Lihat ke Halaman Asli

Bambang Trim

TERVERIFIKASI

Pendiri Penulis Pro Indonesia

Kali Pertama, Indonesia Punya Standar dan Kaidah Perbukuan

Diperbarui: 7 Juni 2022   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: JokoHarismoyo/Getty Images

Setelah lebih dari dua tahun dirumuskan, akhirnya Mendikbudristek mengesahkan Permendikbudristek Nomor 22 Tahun 2022 tentang Standar Mutu Buku, Standar Proses dan Kaidah Pemerolehan Naskah, dan Standar Proses dan Kaidah Penerbitan Buku. Batang tubuh dan lampiran permen ini berketebalan 53 halaman. 

Boleh dikatakan Permendikbudristek ini merupakan permen pertama yang menguraikan standar dan kaidah perbukuan secara lengkap dan detail. Ia merupakan turunan dari amanat UU Nomor 3/2017 tentang Sistem Perbukuan dan PP Nomor 75/2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 3/2017 tentang Sistem Perbukuan.

Bidang perbukuan di dalam UU Nomor 3/2017 tersebut memang dibagi atas dua bagian, yaitu pemerolehan naskah dan penerbitan buku. Pembagian ini merupakan hal baru, tetapi sejatinya berbasis pada aktivitas utama penerbitan yaitu pengadaan naskah (akuisisi) dan editorial.

Pemerolehan Naskah

Pemerolehan naskah atau akuisisi naskah mencakup kegiatan penulisan, penerjemahan, dan penyaduran. Kegiatan ini dapat berlangsung di internal penerbit (buku) atau di eksternal penerbit. Di dalam studi penerbitan dikenali dua cara pemerolehan naskah, yaitu cara aktif dan cara pasif.

Cara aktif dilakukan melalui pencarian konten, pencarian penulis, dan penerjemahan/penyaduran. Contoh cara aktif yang dilakukan penerbit yakni mengakuisisi konten KKN di Desa Penari dari Simpleman menjadi sebuah naskah novel. Pencarian konten pada era digital kini memang dimudahkan karena aktivitas memublikasikan konten oleh banyak orang di media sosial. 

Cara pasif dilakukan melalui penerimaan naskah secara insidental dan penerimaan naskah secara terencana melalui program, seperti sayembara atau lomba. Sifat pasif di sini karena penerbit menunggu datangnya naskah dari penulis. Kontrol berada di tangan penulis apakah ia akan menyerahkan naskahnya pada waktu yang ditentukan atau tidak.

Contoh cara pasif seperti yang dilakukan oleh Penerbit BRIN dengan mengadakan Program Akuisisi Pengetahuan Lokal untuk mendapatkan naskah atau buku pengetahuan lokal dari masyarakat. Alhasil, program ini membuat Penerbit BRIN memperoleh naskah hasil penelitian berbasis konten lokal dari masyarakat---bukan hanya peneliti di BRIN.

Penulisan dan penerjemahan sebagai sebuah pengetahuan, keterampilan, dan sikap dapat diuraikan dalam sebuah proses dan kaidah yang standar. Hal ini sangat berhubungan dengan sertifikasi profesi perbukuan.

Penerbitan Buku

Penerbitan buku mencakup kegiatan pengeditan (naskah), pengilustrasian, dan pendesainan. Kegiatan ini berlangsung di internal penerbit dengan melibatkan profesi editor, ilustrator, dan desainer buku. Adanya pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk menjalankan aktivitas editorial ini di setiap profesi mendorong perlunya profesi ini disertifikasi.

Pengeditan naskah melibatkan profesi editor atau penyunting yang harus melakukan pengeditan berdasarkan standar dan kaidah pengeditan. Sayangnya, ilmu pengeditan naskah---bolehlah disebut editologi---sangat jarang ada di pendidikan formal, seperti di program studi kebahasaan atau ilmu komunikasi. Mata kuliah pengeditan/penyuntingan yang lengkap hanya diajarkan di Program Studi Penerbitan di Politeknik Negeri Media Kreatif. Ada tiga mata kuliah yang secara eksplisit mengajarkan pengeditan, yaitu Dasar-Dasar Penyuntingan, Penyuntingan Fiksi, dan Penyuntingan Nonfiksi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline