Albert Einstein pernah berkata, "It is easier to break an atom than a prejudice." Kalimat ini mengandung makna mendalam tentang tantangan terbesar manusia bukan hanya dalam bidang sains, tetapi juga dalam kehidupan sosial. Jika atom---partikel dasar dari segala materi---dapat dipecah melalui teknologi nuklir, maka prasangka---penilaian negatif yang tidak berdasarkan fakta---jauh lebih sulit diubah karena ia berakar dalam pola pikir, budaya, dan kebiasaan.
Dalam konteks pendidikan, khususnya mata pelajaran Proyek IPAS (Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial), kutipan ini menjadi sangat relevan ketika siswa mempelajari interaksi sosial dan dinamika sosial. Melalui pembelajaran berbasis proyek, siswa diajak untuk menyelidiki fenomena sosial nyata di sekitar mereka. Salah satu kelompok siswa di SMK Al Hasra, misalnya, melakukan penelitian tentang diskriminasi di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Prasangka dan Diskriminasi: Tantangan Sosial Nyata
Prasangka sering kali menjadi akar dari berbagai bentuk diskriminasi---baik berdasarkan suku, agama, status sosial, maupun penampilan fisik. Dalam hasil penelitian siswa, ditemukan bahwa beberapa teman mereka merasa dikucilkan karena penampilan dan juga warna kulit yang berbeda dari mayoritas.
Temuan ini membuka diskusi kritis di kelas: mengapa hal-hal seperti ini masih terjadi meskipun kita hidup di zaman yang penuh informasi dan pendidikan?
Perspektif Islam: Melawan Prasangka dengan Taqwa dan Keadilan
Islam memberikan panduan yang sangat jelas dalam memerangi prasangka dan diskriminasi. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 13:
"Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. Al-Hujurat: 13)
Ayat ini menegaskan bahwa perbedaan adalah fitrah dan kehormatan seseorang bukan ditentukan oleh identitas lahiriahnya, tetapi oleh ketakwaannya. Dalam Islam, tidak ada ruang untuk rasisme, diskriminasi, atau prasangka yang menyesatkan.
Integrasi dalam Pembelajaran Proyek IPAS
Dalam proyek IPAS, siswa tidak hanya diajak untuk mengamati gejala sosial, tetapi juga diminta untuk mengusulkan solusi berdasarkan nilai-nilai keislaman dan ilmiah. Salah satu hasil dari proyek ini adalah kampanye bertajuk "Kenali Sebelum Menilai" yang mengajak siswa untuk lebih banyak berdialog dan memahami latar belakang satu sama lain sebelum membuat penilaian.