Lihat ke Halaman Asli

Bagindo Armaidi

Pemerhati sosial kemasyarakatan

Menyambut Ramadhan di Pariaman, Manjalang Ka Pusaro Kaum

Diperbarui: 16 Februari 2025   20:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Urang siak dan pemuda tengah membaca Tahlilan dan doa bersama. Foto: armaidi tanjung

 

Bulan suci Ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Umat Islam mulai menyambut bulan suci Ramadhan dengan berbagai kegiatan yang sudah menjadi tradisi. Salah satunya tradisi manjalang pusaro kaum (suku) seperti di Pariaman, baik Kota Pariaman maupun Kabupaten Padangpariaman, Provinsi Sumatera Barat. Di sebagian nagari (desa, di Jawa), ada yang menyebutnya ka pusaro atau ratih pusaro. Kegiatan ini dilakukan oleh satu kaum/suku di pandam pekuburan (taman pemakaman) milik kaum tersebut. Misalkan yang mengadakan ka pusaro suku Tanjung di pandam pekuburan kaumnya, hanya diikuti suku Tanjung yang keluarganya dimakamkan di kuburan tersebut.

Mereka yang boleh dikuburkan di pandam kuburan itu hanyalah keluarga dari kaum itu sendiri yang berasal dari jalur keturunan ibu. Sedangkan sumando (suami dari perempuan kaum itu), boleh dimakamkan jika sudah mendapat izin dari ninik mamak kaum. Sementara anak-anak dari kaum laki-laki tidak boleh dimakamkan di pandam kuburan kaumnya, melainkan di pandam pekuburan ibunya pula.

Pada acara ka pusaro ini, kaum perempuan membawa jamba yang berisi nasi dan beragam sambal dan gulai. Ditambah dengan makanan snack seperti, agar-agar, kue bulu, roti dan buah-buahan seperti pisang, pepaya, semangka dan lainnya. Pelaksanaan manjalang pusaro sudah boleh dilakukan mulai bulan Sa'ban hingga sehari menjelang Ramadhan. Beberapa urang siak (pembaca ayat-ayat Al Qur'an dan doa) duduk di atas hamparan tikar yang sudah disediakan di pondok yang tidak berdinding di sekitar kawasan kuburan.   

Seperti yang dilakukan suku Tanjung di Desa Sungai Pasak Kecamatan Pariaman Timur, Kota Pariaman, pada Minggu  (16/2/2025), beberapa urang siak kampung duduk bersama anggota kaum. Baik kaum perempuan, laki-laki, anak-anak, muda-mudi, orang dewasa maupun orang tua. Semuanya berkumpul. Urang siak memulainya dengan membaca Al-Fatihah, dilanjutkan membaca surat Al Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, awal dan akhir surat Al-Baqarah, tahlilan, salawat kepada Nabi Muhammad Saw, dan diakhiri dengan doa bersama yang dipimpin salah seorang urang siak. Pada bagian tertentu, bacaan yang dibaca urang siak juga diikuti oleh seluruh hadirin. Selesai doa bersama, dilanjutkan makan bersama di tempat yang sudah disediakan. Jika belum ada pondok di sekitar pemakaman, bisa saja di sekitar pemakaman yang tanahnya datar dan tidak ada kuburan dibentangkan tikar. Semua yang hadir turut makan bersama tanpa kecuali.

Usai membaca Tahlilan dan doa bersama dilanjutkan makan bersama. Foto: armaidi tanjung

Menurut salah seorang orang tuo, di kaum suku Tanjung Kampung Tangah Desa Sungai Pasak Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman ini, Sulaiman Tanjung (59), Minggu  (16/2/2025) usai mandoa pusaro tersebut, ka pusaro ini dilakukan sapangga bulan lamang (pertengahan bulan Sya'ban). Yang dimakamkan di sini hanyalah keluarga dari suku Tanjung di Kampung Tangah Sungai Pasak. "Walaupun mereka merantau ke luar dari Desa Sungai Pasak, kalau meninggal dunia maka dimakamkan di sini. Kecuali jauh di perantauan, keluarganya tidak mengurus untuk dimakam disini," kata Sulaiman pengrajin tikar ruyung kelapa ini.

Saat berlangsung rangkaian pembacaan tahlilan dan bacaan-bacaan ayat Al-Qur'an, seseorang pemuda menjalankan sumbangan dengan topi atau kotak kepada yang hadir. Masing-masing menyumbang ala kadarnya sesuai dengan kemampuan. Ada yang menyumbang Rp 5.000, 10.000, juga ada yang Rp 50.000, bahkan Rp 100.000. Itu tergantung kondisi ekonomi, makin sehat ekonominya, tentu sumbangannya makin besar. Sumbangan yang terkumpul diserahkan kepada datuak kaum. Selanjutnya sumbangan dibagi untuk sadakah (amplop) urang siak yang turut berdo'a dan tahlilan.

Rangkaian acara ka pusaro ini dimulai pagi hari dengan membersihkan lahan pandam pekuburan dari semak belukar yang sudah memenuhi areal pekuburan. Kaum laki-laki dan sebagian perempuan yang ada nenek moyang dan dunsanak (saudara) yang sudah dikuburkan di areal ini datang bergotongroyong bersama-sama. Biasanya menjelang masuknya waktu shalat zuhur, semua lahan sudah bersih. Semuanya kembali ke tempat masing-masing.  Persis usai shalat Ashar, semua warga kaum berkumpul yang diiringi pula urang siak ke pandam pekuburan untuk memimpin doa.

Sebagian kaum ibu-ibu bersiap-siap membereskan usai makan bersama. Foto: armaidi tanjung

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline