Lihat ke Halaman Asli

Herman Wahyudhi

PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Mengapa Masih Saja Ada Bom Bunuh Diri?

Diperbarui: 13 Mei 2018   13:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bom di Gereja Santa Maria Tak Bercela (foto: kompas.com)

Hari ini kembali tanah air dihebohkan  dengan bom bunuh diri di empat lokasi berbeda Surabaya.   Polisi menyebut terjadi aksi bom bunuh diri menyebabkan pelakunya tewas ditempat, sementara aparat polisi dan warga yang meninggal atau terluka, jumlah masih berubah-ubah.  Kita tunggu pengumuman resmi dari pemerintah.   Belum ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab.

Saya sebagai anggota masyarakat, masih saja bertanya-tanya, mengapa seseorang rela berkorban nyawa demi kelompok atau ideologi mereka? Apa yang mendorong mereka melakukan hal tersebut?

Apakah mereka ingin disebut dan diabadikan sebagai pahlawan atau teroris?  Bahwa apa yang mereka lakukan adalah suatu yang berharga.   Sebelum pelaku memutuskan melakukan tindakan bom bunuh diri pasti ada serangkaian proses psikologi yang disebut penyatuan jati diri dengan kelompok.  Harvey Whitehouse, peneliti dari Universitas Oxford, menjelaskan bahwa penyatuan jati diri berperan besar dalam mendorong seseorang untuk rela mati demi kelompok dan keyakinan agama mereka.

Selain itu, aksi teorisme yang terjadi adalah bentuk kesesatan pemahaman dalam beragama.  Mereka hanya menggunakan ayat-ayat suci tertentu dengan tafsir seenaknya sendiri yang dianggap menguntungkan diri atau kelompok mereka.  Dan menutup mata terhadap terhadap ayat-ayat suci lain yang dianggap menghalangi tujuan mereka.   Ayat suci dijadikan alat untuk melegitimasi tindakan mereka dengan embel-embel surga dan bidadari sebagai balasan.

Ada kelompok-kelompok Islam yang menyalahgunakan Surat Ali Imran ayat 195 sebagai legitimasi atas aksi-aksi mereka  dalam melakukan bom bunuh diri dan membunuh orang lain.

"Bahwa Barang siapa keluar dari rumah, membunuh atau dibunuh maka dosanya akan diampuni dan masuk surga. Keluar dari rumah, ngebom, mati dan orang lain mati, masuk surga," kata Kiai Said ketika  memberikan sambutan dalam acara Peluncuran Command Center dan Peluncuran Smart Card Nusantara di Lantai 8 Gedung PBNU, Senin (22/5/17). Seperti dilansir NU online.   Pernyataan itu masih relevan dengan kejadian bom diri yang terjadi saat ini.

Menurut Kiai Said, konteks ayat ini turun pada saat terjadi perang khandak atau perang parit di Madinah. Perang dimana Nabi Muhammad SAW dan umat Islam dikeroyok oleh kaum kafir. Lalu, Nabi Muhammad SAW membuat parit untuk membendung musuh agar tidak bisa memasuki Kota Madinah.   Saat itu umat Islam diserang habis-habisan. 

Dalam keadaan demikian maka wajib hukumnya untuk melawan dan membela agama.   Nabi Muhammad SAW dan umat Islam masih terus dikeroyok dan diserang musuh. "Nabi memberi motivasi kepada masyarakat Madinah. Majulah, hidup atau mati, membunuh atau dibunuh, (imbalannya) surga," urai Kiai Said.

Sebab itu tidak cukup membaca terjemahan Alquran.  Mereka juga harus memahami tentang sebab-sebab turunnya sebuah ayat dan untuk mempelajari itu tak cukup belajar hanya dalam waktu yang singkat.    Sialnya, kebanyakan orang baru hafal sedikit ayat merasa sudah tahu seluruh isi kitab.    

Adapun yang dilakukan oleh sebagian orang dengan bunuh diri, yaitu dengan membawa alat peledak dibawa ke tempat orang non muslim, kemudian dia ledakkan ketika dia di antara orang-orang non muslim, maka dia tergolong perbuatan bunuh diri.

Barangsiapa yang bunuh diri maka dia kekal di neraka Jahannam selama-lamanya, sebagaimana datang dalam hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline