Karena dinding punya telinga
Lidah pun seperti terpotong. Dinding-dinding kota disesaki mural yang melolong. Kelam, seperti bulan purnama ditutupi kabut
Siapa yang telah menjadi serigala, mengirim raungan ke kaum jelata. Pesan yang buat gemetar: Istana tak boleh ada noda, jangan percikkan api kalau tak ingin terbakar
Padahal, mural hanya gambar-gambar yang berpuisi, berjenaka tentang menjalani hidup yang semakin sulit dimengerti. Pun, sebagai pintu pelepasan, karena selama ini suara-suara membentur telinga yang terkunci
Dan mentertawai diri sendiri adalah jalan untuk mengurangi sesak pada dada, agar tak terpeleset menuju harakiri
***
Lebakwana, Agustus 2021