Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Kakekku, Penjelajah Waktu

Diperbarui: 19 Mei 2019   16:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: https://kids.frontiersin.org 

Umumnya manusia menjalani waktu satu arah secara tetap tanpa kenal lelah.

Memang terkadang relativitas khusus mempengaruhi kita, misalnya: saat bersama kekasih waktu terasa begitu cepat berlalu. Atau sebaliknya, saat menunggu istri belanja  lima menit bagai seminggu.

Lebih jarang lagi melakukan perjalanan ke masa lalu, misalnya: putrimu merayakan ulang tahunnya  dan terlontar tujuh belas tahun ke masa lampau saat kamu menggendongnya  di rumah sakit.

Namun, sebagian besar kita terjebak di masa kini, terus melaju dalam dimensi keempat dan terus melaju sampai hari kita mati --- kecuali  jika ada yang mampu menghentikan waktu. Serius.

Maktu yang kamu gunakan untuk membaca kalimat di atas baru saja meninggalkanmu. Semua maju untuk semua orang yang kamu tinggalkan, atau lebih tepatnya, semua orang yang terus bergerak tanpamu.

Perjalanan pertama kakek menjelajah waktu dimulai dengan hal-hal kecil yang sepele.

Terkadang dia makan siang ketika semua orang makan malam. Atau, dia tinggal di hari Minggu sementara yang lainnya sampai pada hari Senin. Kadang-kadang, dia berada di 2010, atau bahkan 1987, sementara semua orang berada di malam 31 Desember 2018 meluncur ke 1 Januari 2014.

Kakek melangkah mundur, keluar dari rel dan berjalan ke arah yang tidak bisa diikuti orang lain.

Tidak seperti kakek, aku sama seperti orang lain. Aku menumpang kereta pelarian yang menjadi hidupku dan berharap bahwa takkan terjatuh. Jika kutajamkan pandangan, aku bisa meliha samar-samar keadaan esok, minggu depan atau bulan berikutnya. Namun begitu mataku berkedip, Setahun berlalu tanpa kusadari. Aku tidak bisa mengikutinya, tapi juga tak pernah teringgal. Setiap kali aku mencapai tempat yang membuatku berpikir, "Cukup, cukup. Aku akan turun di sini!", tetap saja pikiran dan tubuhku terbawa kereta waktu.

Untuk kakek, hal-hal yang baru saja dia laukan mulai terurai bagai benang lepas dari jahitan. Saat ia bergerak mundur, ingatan lepas dari raga dan melayang. Dia tak hanya kembali --- dia tak tampak, tak merasakan dan tidak punya kesadaran. Dia meninggalkan waktu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline