Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kakekku, Penjelajah Waktu

19 Mei 2019   16:20 Diperbarui: 19 Mei 2019   16:29 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://kids.frontiersin.org 

Umumnya manusia menjalani waktu satu arah secara tetap tanpa kenal lelah.

Memang terkadang relativitas khusus mempengaruhi kita, misalnya: saat bersama kekasih waktu terasa begitu cepat berlalu. Atau sebaliknya, saat menunggu istri belanja  lima menit bagai seminggu.

Lebih jarang lagi melakukan perjalanan ke masa lalu, misalnya: putrimu merayakan ulang tahunnya  dan terlontar tujuh belas tahun ke masa lampau saat kamu menggendongnya  di rumah sakit.

Namun, sebagian besar kita terjebak di masa kini, terus melaju dalam dimensi keempat dan terus melaju sampai hari kita mati --- kecuali  jika ada yang mampu menghentikan waktu. Serius.

Maktu yang kamu gunakan untuk membaca kalimat di atas baru saja meninggalkanmu. Semua maju untuk semua orang yang kamu tinggalkan, atau lebih tepatnya, semua orang yang terus bergerak tanpamu.

Perjalanan pertama kakek menjelajah waktu dimulai dengan hal-hal kecil yang sepele.

Terkadang dia makan siang ketika semua orang makan malam. Atau, dia tinggal di hari Minggu sementara yang lainnya sampai pada hari Senin. Kadang-kadang, dia berada di 2010, atau bahkan 1987, sementara semua orang berada di malam 31 Desember 2018 meluncur ke 1 Januari 2014.

Kakek melangkah mundur, keluar dari rel dan berjalan ke arah yang tidak bisa diikuti orang lain.

Tidak seperti kakek, aku sama seperti orang lain. Aku menumpang kereta pelarian yang menjadi hidupku dan berharap bahwa takkan terjatuh. Jika kutajamkan pandangan, aku bisa meliha samar-samar keadaan esok, minggu depan atau bulan berikutnya. Namun begitu mataku berkedip, Setahun berlalu tanpa kusadari. Aku tidak bisa mengikutinya, tapi juga tak pernah teringgal. Setiap kali aku mencapai tempat yang membuatku berpikir, "Cukup, cukup. Aku akan turun di sini!", tetap saja pikiran dan tubuhku terbawa kereta waktu.

Untuk kakek, hal-hal yang baru saja dia laukan mulai terurai bagai benang lepas dari jahitan. Saat ia bergerak mundur, ingatan lepas dari raga dan melayang. Dia tak hanya kembali --- dia tak tampak, tak merasakan dan tidak punya kesadaran. Dia meninggalkan waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun