Lihat ke Halaman Asli

Hanya Kamu

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pacaran, memiliki seorang pacar, memliki seseorang yang kita sayang. Ada kebanggan tersendiri ketika kita hidup berdampingan dengan orang yang kita sayang. Entah itu pacar, atau suami yang akan mendampingi kita kelak. Ada tempat untuk kita berbagi, ada orang yang selalu meperhatikan kita. Mereka juga yang akan menyemangati kita, ketika kita merasa lemah dan putus asa. Ketika air mata kita terjatuh, mereka juga yang akan mengahapusnya sembari memeluk kita dengan erat.

Ada perasaan aneh yang sering kita rasakan ketika kita jauh dengan mereka, bahkan mungkin mereka juga akan merasakan hal yang sama. Sekedar ucapan “hi” rasanya sudah cukup mengobati perasaan itu.

Aku….. aku adalah orang yang telah memiliki seorang pacar, seperti sebagian besar orang diluar sana. Sesorang yang selalu menyapa lewat sebuah pesan atau hanya tatap muka dilayar kaca. Aku tidak pernah mempermasalahkan sebuah hubungan long distance, selama kepercayan itu selalu dipegang erat. Namun, aku juga mahkluk yang sama seperti kalian. Akupun merindukan orang yang aku sayang berada disampingku, merindukan pelukan itu. Merindukan genggaman tangan itu, aku merindukannya.

Bahkan, ketika ada kerikil-kerikil yang menggelintir dalam hubungan itu atau mugkin hanya keegoisan aku dan dia. Sering kali mata ini tak kuasa untuk menahan airnya. Cengeng mungkin itulah aku. Aku hanya berharap tangannya yang mengahapus air mata itu, membiarkan tubuhku terbenam dalam pelukkannya. Tapi itu hanya sebuah harapan, yang masih tinggal harapan hingga sebuah kata long distance terhapuskan. Aku hanya akan terbenam dalam tangisku sendiri, ingin berteriak, tapi untuk siapa? Apa dia mendengar setiap teriakanku? Apa dia mengerti akan persaanku? Tapi, apakah aku juga mengerti dengan perasaanya.

Suatu pagi, aku dapati inbox-ku tanpa pesannya, tak seperti biasanya. Hanya sebuah icon evil yang muncul dalam inbox-ku. Hanya icon itu yang muncul. Ingin rasanya aku berlari menemuinya, dan berdiri dihadapanya. “Maksudnya apa? Apa aku udah ngelakuin sebuah kesalahan?” Sekali lagi keinginanku pupus.

Aku bukan manusia yang sempurna, aku mungkin sudah melakukan kesalahan padanya diluar kesadaranku. Tolong tegur aku, ketika aku salah karena aku ingin menjadi dewasa. Jangan hanya diam, dan membiarkanku bertanya-tanya.

“aku mungkin salah, maka maafkan aku… katakanlah bila aku tak cukup sempurna untuk mendampingi hidupmu.. Aku hanya ingin menjadi yang terbaik buatmu…. Hanya kamu”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline