Lihat ke Halaman Asli

Literasi Energi Terbarukan: Solusi Mempercepat Transisi Energi untuk Masa Depan Lingkungan Sustainable

Diperbarui: 5 Februari 2024   08:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar diunduh dari freepik.com

Transisi Energi 

Belakangan ini, istilah transisi energi banyak diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia, baik di media sosial, seminar, maupun sebagai bahan obrolan masyarakat. Terlebih dalam debat Cawapres 2024 yang lalu, salah satu paslon sering menggaungkan istilah ini dan menyematkan akan pentingnya transisi energi untuk Indonesia di masa depan.

Isu transisi energi ini muncul akibat dari usaha untuk mencegah ancaman perubahan iklim di masa depan. Sebenarnya, perubahan iklim sendiri merupakan suatu fenomena alami, seperti variasi siklus matahari. Namun, dalam perkembangan kehidupan manusia yang semakin kompleks, manusia telah menjadi penyebab utama perubahan iklim, seperti aktivitas manusia dalam penggunaan bahan bakar fosil dan aktivitas lainnya yang memicu terbentuknya emisi gas rumah kaca.

Lalu, mengapa transisi energi menjadi prioritas dalam pencegahan perubahan iklim? Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change, tentang Climate Change 2022 -- Mitigation of Climate Change, pada tahun 2019 emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari sektor industri menduduki peringkat pertama sebanyak 34%, lalu diikuti sektor industri 24%, kemudian 22% dari sektor pertanian dan kehutanan, sektor transportasi 15%, dan 6% dari bangunan.

Dari laporan tersebut, tidak salah jika pemerintah berusaha untuk mempercepat transisi energi terutama dari sektor energi itu sendiri. Pemerintah sejauh ini telah berupaya dalam memproses transisi energi di sektor energi, salah satunya dengan mengembangkan energi baru terbarukan.

Dalam peralihan dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT), pemerintah telah melakukan beberapa gerakan. Seperti dengan membangun pembangkit listrik bertenaga surya, angin, air, subsidi untuk kendaraan listrik, memberikan pajak dan bea masuk yang lebih rendah untuk teknologi energi terbarukan, dan mengurangi biaya impor untuk komponen energi terbarukan.

Namun, upaya pencegahan perubahan iklim melalui transisi energi di sektor energi ini bukan satu-satunya cara. Tentu semua sektor penunjang kehidupan, pada akhirnya akan diusahakan kelanjutan transisi energinya. Terutama dari kebiasaan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat Indonesia dan Energi Terbarukan

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Energi Terbarukan, ternyata hanya ada 38,6% dari 4821 responden yang mengaku pernah mendengar istilah energi terbarukan. Lalu, sebanyak 34,1% yang pernah mendengar namun tidak terlalu memahami. Dan sisanya, sebanyak 27,3% tidak tahu sama sekali.

Gambar oleh Solarimo dari Pixabay

Data yang diunggah pada periode 2022 ini, tentu mengejutkan banyak pihak. Dimana pada saat itu, isu mengenai energi terbarukan telah banyak diperbincangkan. Namun pada kenyataannya, ternyata masih banyak masyarakat yang belum memahami bahkan tidak tahu sama sekali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline