Lihat ke Halaman Asli

Aris Balu

Penulis

Dalam Menulis, Motivasi Itu Omong Kosong

Diperbarui: 5 Maret 2023   01:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image: https://jpopdoraemon.wordpress.com/education/nobita-books-crying/

"Don't try" -Charles Bukowski

Sudah setahun lebih saya menulis di Kompasiana.com dengan beragam tulisan berbeda. Awal menulis, saya sama sekali tidak menyangka bahwa tulisan pertama saya yang berjudul Studi Karakter: Uchiha Itachi, Bisakah Genosida Dibenarkan? berhasil menembus 1000 pembaca dalam waktu satu bulan. 

Itu membuat hati saya berbunga-bunga karena ternyata ada yang tertarik membaca ulasan tidak penting yang muncul dari kepala saya. Otomatis saya termotivasi untuk terus memposting beragam tulisan di Kompasiana. Mulai dari cerpen, puisi berbahasa inggris(poem), hingga berbagai topik seputar aturan menulis fiksi serta review buku dan film sudah saya bagikan disini.

Beberapa kali tulisan saya masuk menjadi topik pilihan admin, hingga empat tulisan berhasil menjadi artikel utama. Tanpa sadar saya seperti orang yang ketagihan dengan ikon angka merah diatas lonceng notifikasi, karena itu berarti ada pengguna lain yang memberi ratting atau komentar pada artikel yang saya buat. (sedih banget kw, ris.. ga punya teman ya?)

Namun seperti seorang pecandu, perasaan senang dari "high" yang saya alami lama kelaman menghilang. Itu membuat saya semakin malas menulis, apalagi ketika respon pembaca makin menurun hingga setiap artikel yang saya buat hanya puluhan kali dibaca.

Selain menulis di Kompasiana, saya juga sebenarnya sedang mengerjakan sebuah karya novel fantasi yang hingga sekarang tidak rampung karena kebiasaan menunda yang mendarah daging dalam diri saya. 

Kurangnya motivasi menjadi alasan yang selalu saya pakai agar tidak membuka laptop dan mengetikan kalimat baru pada naskah yang sudah berlumut di dalam hardware. (3 tahun ris, masa ga kelar-kelar?)

Hingga Desember kemarin, saya bertemu dengan seorang sahabat karib yang tinggal di Surabaya.  Setelah selesai kuliah dia memutuskan untuk pulang kampung dan menetap di Bajawa, kota tempat tinggal saya sekarang.

Selama di Surabaya, dia bekerja sebagai seorang musisi yang cukup punya trackrecord dan telah manggung dimana-mana. Kami ngobrol semalaman ditemani sebungkus rokok, tertawa ga jelas tentang kenangan masa lalu hingga rencana masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline