Lihat ke Halaman Asli

Maulid Nabi: Upaya Peneguhan Identitas Keumatan

Diperbarui: 21 Oktober 2021   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Motif dekoratif delapan tulisan Muhammad dan Ali (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Terdapat empat dimensi yang mesti kita sadari keberadaannya ketika melihat sosok Nabi Muhammad SAW. Pertama, Muhammad sebagai manusia. Kedua, Muhammad sebagai orang Arab/ Muhammad bin Abddullah. Ketiga, Muhammad sebagai Nabi. Keempat, Muhammad sebagai cahaya (Nur Muhammad).

Dua dimensi di antaranya adalah sosok nabi sebagai manusia dan orang Arab. Keduanya tidak terlepas dari kultur, sosiologis, dan antropologis masyarakat Arab yang memiliki sikap teguh dan tangguh. 

Nabi sebagai manusia dan orang Arab tidak terlepas dari proses kelahiran sebagaimana manusia pada umumnya, maka dari itulah sudah sepatutnya kita tidak lagi memperkeruh dan mempersoalkan boleh-tidaknya memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad. Sebab, energi sebagian umat Islam akan habis untuk memikirkan hal demikian, sementara masih banyak persoalan lain yang mesti kita pikirkan bersama sebagai bentuk ijtihadi manusia-hamba-umat.

Momentum maulid Nabi ini, sudah semestinya menjadi pengingat bagi kita, agar dapat terus merefleksikan soal pentingnya mempunyai sikap empatik terhadap antar umat beragama, menebar silaturahmi antar sesama, serta memaknai kelahiran nabi sebagai upaya bagi kita untuk meneguhkan sikap keutuhan, kebhinekaan, dan kemanusiaan universal.

Lebih jauh, memaknai kelahiran sejatinya adalah terus menerus mengevaluasi setiap perilaku yang sudah dikerjakan di masa lalu, meneladani sikap yang dilakukan hari ini, dan memanifestasikan akhlak yang terus diupayakan di masa mendatang. Nabi sudah memberi teladan unggul, kepercayaan yang kuat, dan sikap amanah yang tangguh kepada umatnya.

Hari ini kita menyaksikan bersama, bahwa umat nabi mengalami satu tantangan yang cukup serius. Terlebih di Indonesia, umat Islam mengalami polarisasi politik, paham keagamaan, terkoyaknya kebhinekaan, dan krisis kepercayaan antar sesama anak bangsa. 

Hal tersebut jauh seperti yang diidealkan nabi sebagai umat yang satu, umat terabik, umat yang unggul (Ummatan Wahidan), serta umat yang mempunyai sikap moderat (Ummatan Wasatan).

Motif dekoratif tulisan Muhammad (Sumber: Annemarie Schimmel, 2012)

Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya ingin merumuskan satu sikap sebagai upaya meneguhkan identitas keumatan (umat Muhammad) yang dinukil dalam QS. Al-Fath: 29, antara lain sebagai berikut:

Pertama, Ruhama Bainahum (Mengasihi antar sesama). Sejatinya umat Nabi Muhammad adalah mereka yang megasihi antar sesamanya. Mempunyai sikap empati, menebar kebaikan, ramah, toleran, dan sikap-sikap baik lainnya yang termanifestasi dalam keseharian hidupnya sebagai manusia-hamba-dan umat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline