Lihat ke Halaman Asli

Ardiansyah

Pendidik

Senandung Rindu di Langit Senja (Bagian Pertama)

Diperbarui: 3 Maret 2024   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi senja. (Kompas.com/Anggara Wikan Prasetya)

Senja mewarnai langit dengan sapuan jingga yang memukau. Di sebuah kafe kecil dengan jendela yang menghadap langsung ke panorama indah itu, duduklah seorang wanita bernama Laras. 

Matanya yang teduh menerawang jauh, menikmati setiap gradasi warna yang terlukis di langit. Di tangannya, secangkir teh chamomile hangat menemani keheningan sore ini.

Pikiran Laras melayang jauh, teringat akan masa lalunya. Lima tahun lalu, di kafe yang sama, dia bertemu dengan cinta pertamanya, Bima. Senja kala itu sama indahnya dengan yang dia lihat sekarang. Tawa mereka beradu, cerita mengalir tanpa henti, dan rasa cinta bersemi di hati mereka.

Namun, takdir berkata lain. Bima harus pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya. Jarak dan waktu perlahan mengikis rasa cinta mereka. Komunikasi yang semakin jarang dan kesibukan masing-masing membuat mereka akhirnya memutuskan untuk berpisah.

Laras masih ingat rasa sakitnya saat itu. Hatinya hancur berkeping-keping, seakan langit senja yang indah berubah menjadi kelam. Namun, seiring berjalannya waktu, dia belajar untuk mengikhlaskan dan menyembuhkan lukanya.

Kini, Laras telah menjadi wanita yang lebih tegar dan mandiri. Dia fokus pada karirnya sebagai seorang desainer grafis dan membangun kehidupan yang baru. Di usianya yang ke-28 tahun, dia telah mencapai kesuksesan di bidang pekerjaannya. Ia memiliki studio desainnya sendiri dan telah banyak bekerja sama dengan perusahaan ternama.

Meskipun hatinya telah tersakiti di masa lalu, Laras masih percaya pada cinta. Dia masih membuka hatinya untuk kemungkinan menemukan cinta sejati.

Di tengah lamunannya, Laras dikejutkan oleh suara bel kafe yang berbunyi. Seorang pria tinggi dengan senyum yang familiar masuk ke dalam kafe. Jantung Laras berdegup kencang. Ya, pria itu adalah Bima.

Bima kini terlihat lebih dewasa dengan rambutnya yang sedikit beruban. Di balik kacamatanya, matanya yang dulu penuh tawa kini memancarkan ketenangan dan keteduhan.

Keduanya saling berpandangan, terpaku dalam momen reuni yang tak terduga. Senyum Bima masih sama seperti yang Laras ingat, hangat dan menenangkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline