Oleh: Dr. Akhmad Aflaha
"Korupsi itu bukan kejahatan besar. Kecuali kalau kamu tertangkap."
— Kalimat sinis yang terdengar akrab di ruang publik kita.
Kalimat ini menggambarkan kondisi budaya hukum yang sedang sakit. Korupsi tidak lagi dimaknai sebagai pengkhianatan moral, melainkan sekadar “risiko operasional”—asal tidak tertangkap, maka tetap dianggap bersih. Bahkan, dalam banyak kasus, pelaku korupsi tetap dielu-elukan sepanjang belum dijatuhi vonis.
Budaya "Asal Aman": Menggerus Moral Kolektif
Di Indonesia, tingkat toleransi terhadap korupsi masih tinggi. Dalam survei Transparency International tahun 2023, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berada di angka 34 dari 100, dan menduduki peringkat ke-115 dari 180 negara.
(Sumber: Transparency International, CPI 2023)
Survei LSI (Lembaga Survei Indonesia, 2022) juga mengungkapkan bahwa 58,3% masyarakat percaya kasus korupsi sering tidak ditindak secara adil karena adanya pengaruh politik atau uang.
Ini mengindikasikan dua hal:
1. Korupsi bukan hanya soal pelaku, tapi juga sistem yang membiarkan.