Lihat ke Halaman Asli

Apriana Istiqomah

Mahasiswa Jurnalistik PBSI FKIP UNS

Bika Ambon: Kelezatan Tradisional yang Perlu Dilestarikan

Diperbarui: 16 Oktober 2025   05:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan kuliner yang sangat beragam. Dari Sabang sampai Merauke, setiap daerah memiliki makanan khas yang menjadi cerminan budaya lokal. Namun, di tengah perkembangan zaman yang serba modern, kuliner tradisional perlahan mulai terpinggirkan. Masyarakat, terutama generasi muda, kini lebih mengenal makanan cepat saji, roti modern, atau dessert kekinian yang viral di media sosial. Di antara sekian banyak kuliner tradisional yang mulai tersisih, ada satu kue yang sebenarnya layak mendapat tempat istimewa di hati masyarakat, yaitu Bika Ambon.

Menariknya, meskipun disebut "Bika Ambon", kue ini bukan berasal dari Ambon, melainkan dari Medan, Sumatera Utara. Banyak versi cerita tentang asal-usul namanya. Salah satu versi menyebutkan bahwa nama itu muncul karena kue ini pertama kali dijual di Jalan Ambon, Medan. Versi lain mengatakan bahwa kata "Ambon" berasal dari bahasa Melayu yang berarti harum atau wangi, sesuai dengan aroma khas kue ini. Terlepas dari perbedaan versi tersebut, Bika Ambon telah menjadi ikon kuliner Medan dan menjadi oleh-oleh wajib bagi wisatawan. Sebagai kue tradisional, Bika Ambon memiliki keunikan yang tidak dimiliki kue lainnya. Teksturnya yang berserat dan berongga lembut dihasilkan dari proses fermentasi alami menggunakan ragi. Bahan utamanya sederhana: tepung tapioka, santan, telur, gula, daun jeruk, dan serai. Namun, cara pembuatannya tidaklah mudah. Diperlukan waktu fermentasi beberapa jam dan teknik pemanggangan yang tepat agar Bika Ambon mengembang sempurna dan tidak bantat. Proses inilah yang menunjukkan betapa Bika Ambon merupakan hasil perpaduan antara kesabaran, ketelitian, dan keahlian tradisional yang diwariskan turun-temurun.

Sayangnya, di era modern saat ini, keberadaan Bika Ambon mulai terancam. Banyak generasi muda yang tidak lagi mengenal cara pembuatannya, bahkan sebagian besar hanya tahu kue ini sebagai oleh-oleh khas Medan tanpa memahami nilai budaya di baliknya. Sementara itu, perkembangan kuliner modern seperti cake Korea, dessert box, atau kue artisan semakin marak dan mendominasi pasar. Bika Ambon yang sederhana sering dianggap ketinggalan zaman karena tampilannya tidak semenarik kue modern.

Menurut saya, pandangan seperti ini perlu diubah. Bika Ambon adalah warisan kuliner yang sarat makna budaya. Kue ini mengajarkan kita tentang pentingnya ketekunan dan rasa cinta terhadap tradisi. Dalam proses pembuatannya, kita bisa melihat filosofi kehidupan masyarakat Indonesia: tidak tergesa-gesa, menghargai proses, dan menjunjung tinggi cita rasa alami tanpa bahan pengawet. Hal-hal seperti inilah yang justru hilang dari kebiasaan hidup modern yang serba instan. Namun, pelestarian Bika Ambon tidak berarti menolak inovasi. Justru, agar tetap bertahan di tengah persaingan, inovasi menjadi kunci penting. Kini, banyak produsen mulai mengembangkan Bika Ambon dengan varian rasa baru seperti pandan, cokelat, durian, hingga keju. Ada pula yang membuat versi mini agar lebih praktis dinikmati. Inovasi seperti ini menunjukkan bahwa tradisi bisa berjalan seiring dengan perkembangan zaman, selama tetap menjaga cita rasa dan identitas aslinya. Selain inovasi produk, promosi juga berperan besar dalam menjaga eksistensi Bika Ambon. Pemerintah daerah dan pelaku usaha kuliner seharusnya lebih aktif memperkenalkan Bika Ambon ke masyarakat luas, baik melalui festival kuliner, pariwisata, maupun media digital. Generasi muda juga bisa ikut berperan, misalnya dengan membuat konten edukatif tentang kuliner tradisional di media sosial. Dengan cara ini, Bika Ambon tidak hanya dikenal sebagai oleh-oleh khas Medan, tetapi juga sebagai warisan budaya yang membanggakan bangsa Indonesia. Lebih jauh, pelestarian Bika Ambon bukan hanya soal mempertahankan sebuah resep, melainkan juga menjaga identitas bangsa. Di dalam setiap potong Bika Ambon tersimpan nilai-nilai lokal seperti kesabaran, gotong royong, dan kecintaan terhadap bahan alam. Jika kita kehilangan makanan tradisional seperti ini, sama artinya dengan kehilangan sebagian dari jati diri kita sebagai orang Indonesia. 

Sebagai penikmat kuliner, saya meyakini bahwa Bika Ambon layak mendapat tempat di era modern, tidak hanya sebagai camilan manis, tetapi juga sebagai simbol warisan budaya yang hidup. Melestarikan Bika Ambon berarti menjaga warisan leluhur agar tidak tenggelam oleh zaman. Karena pada akhirnya, kuliner bukan hanya soal rasa, tetapi juga tentang sejarah, makna, dan identitas bangsa yang patut kita jaga bersama

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline