Marxis adalah aliran pemikiran yang berfokus pada ekonomi yang didasarkan oleh pemikiran filsuf dan ekonomi di abad ke-19. Marxis, memiliki fokus terhadap peran yang diambil dari tenaga kerja dalam pengembangan ekonomi. Karl Marx berpendapat bahwa tenaga kerja yang melimpah akan mendorong turunnya upah. Dalam buku karya Marx "Das Kapital" yang terbitkan tahun 1867 menjelaskan mengenai beberapa teori mengenai sistem kapitalis dan dinamismenya. Marx berpendapat bahwa rendahnya upah bukan disebabkan oleh desakan dari kelompok buruh, melainkan oleh banyaknya jumlah pengangguran, yang menurutnya merupakan tanggung jawab kaum kapitalis. Ia melihat tenaga kerja sebagai komoditas yang, dalam sistem kapitalis, hanya dihargai setara dengan kebutuhan hidup minimum.
Kaum kapitalis menganggap mereka memiliki power atau otoritas yang lebih besar dibandingkan para tenaga kerja. Lalu apa yang terjadi?. Para kapitalis dapat menggunakan otoritas yang mereka miliki untuk memaksa para pekerja untuk menghabiskan lebih banyak waktu di tempat mereka bekerja dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Menurut Marx, para pekerja menghasilkan nilai melalui usaha mereka, namun tidak menerima imbalan yang sepadan. Ia menegaskan bahwa kelas penguasa mengeksploitasi tenaga kerja dengan meraih keuntungan bukan dari menjual barang dengan harga tinggi, melainkan dengan memberi upah di bawah nilai kerja yang sebenarnya.
Perbedaan kelas antara kaum kapitalis (kaum penguasa) dan para tenaga kerja (buruh) merupakan cerminan nyata dari ketimpangan struktural dalam masyarakat. Dalam perspektif Marxis, struktur sosial kapitalis ditandai oleh hubungan produksi yang timpang, di mana pemilik modal menguasai alat produksi dan memiliki kendali atas distribusi kekayaan, sementara buruh hanya memiliki tenaga kerja yang harus dijual demi bertahan hidup. Ketimpangan ini menciptakan social forces atau kekuatan sosial yang tidak seimbang, di mana satu kelas memiliki kontrol atas sumber daya ekonomi, politik, dan budaya, sementara kelas lainnya mengalami keterbatasan dalam mengakses kekuasaan dan kesejahteraan.
Ketika kekuatan sosial yang dominan mempertahankan hegemoninya melalui institusi politik, hukum, dan media, maka ruang negosiasi bagi kelas tertindas menjadi semakin sempit. Hal ini pada akhirnya menciptakan kondisi konflik yang bersifat zero-sum game, yaitu situasi di mana keuntungan satu pihak hanya dapat dicapai melalui kerugian pihak lain. Dalam konteks ini, perjuangan kelas menjadi tak terelakkan, karena kesejahteraan buruh hanya bisa diperoleh dengan mengorbankan sebagian surplus yang selama ini dinikmati oleh kapitalis. Oleh karena itu, konflik kelas tidak hanya merupakan gejala sosial, melainkan juga konsekuensi logis dari sistem ekonomi yang secara inheren eksploitatif.
Ekonomi juga 'memotori' sistem politik yang ada. "siapa yang menguasai ekonomi, akan menguasai politik". Ungkapan ini memiliki artian bahwa kekuatan ekonomi memiliki pengaruh yang dominan dalam menentukan kekuasaan politik. Dalam dunia masyarakat kapitalis atau kaum borjuis akan menguasai sumber daya ekonomi seperti modal, industri dan distribusi kekayaan mampu menggerakan kebijakan politik dengan melalui berbagai cara yaitu pendanaan partai, mempengaruhi media, serta kontrol terhadap institusi strategis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI