Lihat ke Halaman Asli

Anis Contess

TERVERIFIKASI

Penulis, guru

Cerpen | Ojin (Bagian 1)

Diperbarui: 16 Agustus 2019   21:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anis Hidayatie/ Ojin (doc.pri )

 Kansai Osaka, malam ini begitu sepi. Kutatap rembulan yang hanya menampakkan segaris lengkung sabit. Jelas kalah terang dibanding kerlip lampu yang dipancarkan dari banyak apartemen  di sekitarku. Balkon apartemen lantai 50 menjadi saksi betapa sunyi makin merajai. Rindu pulang, rindu kampung halaman. Indonesia, Pasuruan, kota dimana ibuku bertempat tinggal.

Malam ini bukan kali pertama aku rasakan demikian, bermalam malam yang lalu kuhabiskan pula waktu malamku di bangku balkon yang kutata cuma ada satu meja dan dua kursi. Satu kursi itu sering kosong tentu, karena hidupku sendiri, lelah bekerja langsung pulang. 

Jarang, atau bahkan tak pernah aku ngobrol dengan orang lain di kamar apartemenku. Aku tak terbiasa mengajak siapapun datang ke kamarku. Sangat pribadi. Tak suka aku ada orang lain memasuki.

Kujalani hidup sendiriku selama bertahun-tahun. Sebagai  orang yang bekerja di bidang pariwisata aku terbiasa sendiri, bepergian dari satu negara ke negara lain untuk sebuah tugas, bukan hal istimewa. 

Temanku banyak, kenalanku dari berbagai belahan bumi lain tak terhitung jumlahnya, namun tetap aku belum bisa melepaskan kesendirianku. Ntahlah, aku masih terobsesi dengan perempuan Indonesia.

Ibu, ya, wajah ibuku dengan ciri khas kulit sawo matang, rambut legam, tatapan menyejukkan,  teriring senyum ramah selalu ditampakkan, adalah role model bagiku. Tak tergantikan, aku menyukai model perempuan seperti itu. Ingin sekali mendapatkannya untuk menjadi pendamping hidupku. Membangunkanku tiap hari. Mengisi satu kursi yang selalu kukosongi. 

Sebetulnya, malam ini aku lelah sangat, bekerja mulai pagi hingga sore, lalu menyiapkan  presentasi tentang Bromo untuk beberapa biro perjalanan di Jepang yang akan berkunjung ke Indonesia. Ingin langsung pulang, namun dicegah oleh Bimbim, teman asal Surabaya yang juga satu kantor denganku.

" Kita diundang pesta Jin."

" Oh ya, pesta apa, siapa yang mengundang?"

" Pesta kemerdekaan, di konsulat, kau ikutlah, pasti ada nasi goreng atau sate Madura kesukaanmu di sana."

Bimbim benar,  dua makanan itu begitu kusuka. Maka tak ada alasan bagiku menolak ajakannya. Dinner with fried rice or satay. Wow, it's amazing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline