Lihat ke Halaman Asli

Ahok Jadi Presiden RI, Setuju?

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus Lurah Susan membuka hikmah soal perbedaan yang nyata di bangsa ini dan sebuah proses belajar menemukan perumusan cara kita bersatu kembali. Kedewasaan bangsa ini kembali diuji dan semoga tidak memerlukan biaya sosial yang terlalu tinggi. Namun momen ini penting bagi semua pihak dan mereka yang belajar dengan cerdas, akan menemukan kemajuan. Setidaknya saat ini adalah mental maju.

Anis Matta dengan tegas menjelaskan bahwa bangsa ini bukan tipe konfrontasi. Bangsa ini punya kolektivisme yang tinggi. Tercermin dalam budaya gotong royong dan keberhasilan Gajah Mada merealisasikan sumpah palapa yang menyatukan nusantara.

Jadi, alih-alih disuruh menunjukkan siapa yang benar dan siapa yang salah, malah mencari dan mengumpulkan kebaikan dari kedua kubu dan menyatukannya. Demikian Anis Matta sampaikan dalam silaturahmi kebangsaan yang digagas oleh partai Golkar.

Inilah yang membuat bangsa ini memiliki budaya yang beragam, dan dengan bentuk kreasi yang indah dan memuaskan banyak pecinta seni dari maca negara. Karena sejak lama akulturasi budaya di negeri ini memang terus terjadi. Sehingga bisa dikatakan mewakili rasa keindahan lebih banyak dan beragam.

Itulah yang menjelaskan mengapa bangsa ini tidak terlalu suka dengan budaya benar dan salah yang terlalu saklek. Sehingga ada kalanya proses hukum untuk membuat sesuatu itu jelas benar dan salahnya, terkadang harus berlarut-larut. Saya pikir lebih didasari oleh sikap tidak suka konfrontasi.

Dengan demikian seorang Lurah Susan atau Ahok yang memegang posisi-posisi tertentu untuk membereskan sesuatu masalah, saya pikir tidak perlu menjadi sesuatu yang terlalu sensitif, selama merekapun dinilai dalam kadar menjalankan tugasnya bisa dengan yang diharapkan.

Sebagai seorang muslim saya melihat refleksi menghargai sisi 'amal sholeh ini sungguh tinggi. Sampai Allah SWT menyatakan 'teramat besar murka-Nya' bila ada yang berkata tanpa 'amal sholeh. Sehingga sejauh ada seorang manusia yang mampu menunjukkan sebuah efektivitas 'amal sholeh, tentu harus kita hargai sebagai anugerah dari Allah kepada kehidupan ini.

Termasuk juga ketika Rasulullah memarahi sahabat yang membunuh musuh, walaupun dia sudah bersyahadat. Hanya karena sahabat menduga syahadatnya itu hanya tipuan. Rasulullah mengecam menduga seperti itu dan marah pengambilan tindakan atas sebuah dugaan.

Buat saya, surat Al-Ashr cukup menjadi peringatan tentang ruginya kita bila terus medikotomiskan sisi iman dan 'amal sholeh. Selayaknya sisi iman dan amal sholeh harus lengkap dimiliki oleh kepemimpinan yang paripurna. Keduanya penting, karena kita tidak bisa bertindak tanpa keyakinan dan keyakinan pun tiada artinya bila tidak berdampak kepada tindakan. Mereka yang merugi yang tidak pernah terpikir menggabungkan dua keahlian itu.

Hanya saja, kita semua harus memahami apa itu iman dan 'amal sholeh itu dengan cerdas dan cermat. Sehingga pemahaman itu membawa kita kepada pemikiran dan sikap dalam hidup bersama dalam kepemimpinan bangsa ini dan peradaban ini.


Saat ini tokoh seperti Jokowi, Dahlan Iskan dan beberapa yang lain muncul sebagai representasi efektifitas amal sholeh. Termasuk Ahok. Kemudian segolongan bangsa ini mendambakan dan mengidolakannya, dimana mereka merasa terwakili karena eksistensi mereka yang lebih kuat sebagai amal sholeh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline