What's up kids! kalian pasti sudah tidak asing dengan kata 'demo'. Demo belakangan ini menjadi aksi yang sering diperbincangkan di internet. Topik demo tidak hanya relevan di kalangan pecinta politik, tapi sudah mulai menggaet perhatian dari kaum Gen-Z. Demo sebenarnya cukup familiar di kalangan mahasiswa yang terlibat aktif dalam aktivitas politik. Namun, bagi mereka yang jarang up-to-date dengan berita perpolitikan Indonesia, demo cuma sebatas diketahui secara sederhana.
Terus? Emang perlu tahu 'demo' secara mendetail? Gunanya apa? Jawabannya tentu sangat penting ya kids! Demo itu bukan aktivitas sembarangan. Secara sederhana demo dapat diartikan sebagai aksi protes yang dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu kepada suatu pihak atau organisasi. Demo di Indonesia ada landasan hukumnya. Landasan hukum ini bertujuan mengatur jalannya aktivitas demonstrasi agar berjalan secara sistematis dan tidak bertentangan dengan esensi demo itu sendiri. Landasan hukum demo di Indonesia tercantum dalam konstitusi dan Undang-undang.
Sudah bahas hukum, pasti ribet nih! Akang setuju jika anak muda memang paling malas kalau harus belajar hukum. Tetapi, untuk memahami demo secara komprehensif kita juga perlu mengetahui landasan hukumnya. Untuk mempermudah pembahasan ini, mari kita mulai dengan mengulik demonstrasi dari Pancasila. Pancasila itu staatfundamentalnorm yang artinya landasan hukum yang paling dasar, yang memprakarsai konstitusi dan seluruh aturan yang terbentuk di bawahnya. Pancasila menentukan arah demokrasi di Indonesia. Aktivitas demokrasi harus berkiblat pada Pancasila tanpa terkecuali. Dasar demonstrasi secara tersirat diterangkan dalam sila ke-empat yang berbunyi: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Emmm, maksudnya apa ya? Masih gak nangkep sama artinya. Intinya kids, rakyat mempunyai hak untuk menyampaikan suaranya kepada pemerintah yang berkedudukan sebagai perwakilan. Perwakilan bertugas untuk meninjau dan mengabulkan keinginan rakyat apabila tuntutan yang disampaikan dinilai sesuai dengan kebutuhan negara. Perwakilan? Oh, paham-paham. Perwakilan itu kayak DPR kan? Betul kids. Tepat sekali!
Kurang afdol rasanya jika demo hanya dilihat dari point of view Pancasila. Walaupun berdiri sebagai fondasi hukum, Pancasila belum memerinci demo dalam aspek-aspek yang lebih mendalam. Demo secara detail dijabarkan dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Ada tiga poin utama yang wajib dipahami oleh anak muda dari UU ini yaitu asas, tujuan, dan kewajiban dalam ber-demonstrasi.
Demo itu seperti yin dan yang; seimbang antara hak dan kewajiban. Kita mempunyai hak untuk berdemo, tapi bukan berarti kita bisa bertindak sesuka hati. Ada kewajiban yang harus dipenuhi ketika melakukan aksi demonstrasi. Jangan sampai demo menimbulkan kerugian! Karena tujuan berdemo adalah untuk mencapai sebuah mufakat atau kesepakatan. Selain itu, demo juga memperhatikan asas proporsionalitas. Proporsionalitas? Apaan tuchh? Proporsionalitas di sini artinya sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan, apalagi jika diwarnai aksi-aksi yang kurang relevan untuk mencapai tujuan utama. Jadi kids, demo itu harus bermanfaat. Percuma kan capek-capek demo tapi tidak bermanfaat?
Bukan cuma rakyat yang harus patuh, pemerintah juga berkewajiban untuk memenuhi asas kepastian dan perlindungan hukum. Negara memberikan jaminan keamanan bagi setiap pelaku demonstrasi. Mereka yang berdemo dijamin hak-haknya oleh negara melalui perlindungan dan kepastian hukum, serta dijauhkan dari segala bentuk tindakan represif seperti pengancaman dan pelecehan oleh oknum-oknum tertentu. So kids, demo itu aman asal dijalankan sesuai kaidah yang berlaku.
Gen-Z bisa memanfaatkan banyak platform di media sosial untuk berdemo. Kecanggihan teknologi di masa kini berperan penting untuk menjembatani komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah dalam forum-forum yang tersedia secara online. Walaupun memberikan kemudahan dalam penyampaian aspirasi, anak muda diharapkan mempunyai pandangan yang kritis dalam menanggapi persebaran informasi yang ada di internet. Gak semuanya itu benar ya Kidz! Beberapa informasi politik perlu dipertanyakan kenetralannya. Bentar, kalau gitu gimana caranya supaya bisa tau mana informasi yang objektif dan subjektif? Spill dong min. Begini, informasi yang objektif biasanya tidak menitikberatkan kontennya pada pihak tertentu. Netral berarti menyampaikan informasi apa adanya tanpa ditambahi bumbu-bumbu yang menjatuhkan pihak lain. Contoh: konten-konten yang beredar waktu demo kemarin sebenarnya banyak yang bisa dipertanyakan kronologinya. Apakah kericuhan-kericuhan yang terjadi murni dimulai oleh aparat kepolisian, atau sebenarnya justru yang memulai adalah para demonstran.
Informasi-informasi seperti itu sangat mudah memancing amarah publik. Padahal kekerasan merupakan solusi terakhir yang akan dilakukan oleh aparat jika para demonstran bertindak anarkis. Jadi wajar dong? Kalau polisi mukul? Aparat boleh melakukan kekerasan dalam konteks penertiban dan perlindungan diri. Sebelum melakukan upaya represif, aparat biasanya menembakkan gas air mata untuk menertibkan pendemo. Namun, jika situasi tetap berlangsung ricuh aparat diperbolehkan untuk bertindak lebih jauh seperti menangkap, memukul, atau menembak demonstran dengan rubber bullets.
Oh, ternyata gitu ya kenyataan di lapangan. Mantap kang infonya! Anak muda jangan mudah terprovokasi oleh narasi yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Provokasi hanya akan menumpulkan kemampuan berpikir seseorang secara menyeluruh. Hindari menelan berita mentah-mentah. Untuk memahami suatu informasi, kita harus menimbang dari kedua sisi sehingga dapat mencerna apa yang disampaikan kreator dengan lebih komprehensif. Politik bukan topik yang mudah. Politik perlu dipelajari secara sistematis. So keep literated ya kids! Kalian bisa melakukan literasi dari berbagai macam sumber seperti buku, situs, jurnal, film, dan konten-konten lainnya yang menarik. Lakukan literasi secara bertahap agar tidak bingung, dimulai dari konten-konten yang sederhana.
Min, saya mau coba demo, bisa gak kalau gak harus turun ke Jalan? Sangat bisa tentunya. Demo zaman sekarang itu simpel alias bisa dilakukan tanpa perlu terjun langsung ke lapangan. Gen-Z bisa berdemo lewat postingan di media sosial. Cukup dengan mengunggah tuntutan rakyat di what's App atau IG story, maka kalian sudah berpartisipasi untuk menyuarakan perubahan di negeri ini. Tapi ingat ya kids, jangan asal posting! Sebelum mengunggah konten politik di media sosial, pastikan kalau konten tersebut berasal dari sumber yang terverifikasi. Terverifikasi? Contohnya? Sumber terpercaya biasanya bisa kalian dapatkan dari konten universitas atau pengamat politik. Khusus untuk pengamat politik, usahakan untuk selalu melakukan cross check terlebih dahulu karena pengamat politik cenderung subjektif dalam melihat isu-isu di masyarakat. Selain postingan, demo juga bisa disampaikan melalui media karya seni. Kalian bisa menyuarakan perubahan melalui musik, sastra, lukisan, atau kesenian. Gak usah muluk-muluk kalau ingin demo. Aksi kecil yang kalian lakukan bisa lebih berarti dari pada harus turun ke jalan dan membahayakan diri sendiri.