Lihat ke Halaman Asli

ANDI FIRMANSYAH

Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Senior yang Membenci Dirinya Sendiri

Diperbarui: 7 Maret 2024   21:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada warga senior yang merasa kesulitan untuk menerima usia mereka. Mengakui kenyataan ini seringkali lebih sulit daripada sekedar menyatakannya.

Saya mempunyai seorang teman lanjut usia yang saya sebut di sini sebagai T. yang dengan keras menolak dicap sebagai "warga negara senior." Dia lebih suka disebut sebagai "usia emas". Ketika saya menyarankan istilah yang lebih halus yaitu "sesepuh", dia dengan senang hati langsung menggunakan istilah itu dan menggunakannya untuk dirinya sendiri. Dia tidak pernah membocorkan usia pastinya. Dia benci melihat warga senior yang lain menggunakan tongkat.

Rambutnya yang menipis di bagian atas tetapi Anda tidak akan melihat sehelai pun rambut abu-abu atau putih di kepalanya yang oleh tukang cukur pribadinya dengan cermat dan teratur mengoleskan warna hitam legam disana termasuk alisnya. Oh, satu lagi. Dia sangat membenci rambut putihku, seolah dia tidak tega melihatnya. Mungkin itu adalah pengingat yang menjengkelkan akan warna sebenarnya dari rambutnya yang perlahan menghilang.

Suatu ketika saat kami sedang minum teh, kami melihat seorang temannya, yang juga seorang senior, sedang lewat, T. diam-diam mengolok-oloknya.

Saya hanya berdiam diri setiap kali dia melontarkan komentar kasar dan pedas terhadap rekan-rekan seniornya itu.

Senior seperti teman saya T. malu dianggap tua. Mereka benci disebut tua. Mereka belum pasrah menjadi tua. Itu sebabnya mereka meremehkan sesamanya yang lebih tua, terutama mereka yang berpenampilan dan bertingkah laku tua dan lemah atau mereka yang usianya sudah sangat tua. T. paling senang ketika orang menyanjungnya dengan mengatakan bahwa dia tetap gagah dan tampak muda, meskipun semua orang tahu dia sedang diolok-olok. Alih-alih menerima kenyataan bahwa ia sekarang sudah menjadi warga lanjut usia, ia lebih memilih untuk berpegang teguh pada ilusi masa muda secara fisik yang membuatnya bergantung pada pengakuan orang lain.

Ini ada hubungannya dengan narsisme. Kesombongan yang membuat para ibu rumah tangga lanjut usia malu terlihat berambut putih. Pada usia 60, mereka dengan panik mencari solusi, bergegas membeli obat ajaib terbaru melawan penuaan.

Seringkali saya merasa ngeri ketika melihat wanita-wanita lanjut usia dengan rambut hitam legam sementara wajahnya sudah keriput semua. Tidak sesuai dan menggelikan. Wanita yang punya uang untuk melakukan facelift dan mengencangkan payudara menjadi alasan berkembangnya bisnis bedah kosmetik.

Di sisi lain, Don Juan yang terlambat berkembang di usia 70-an juga menghabiskan banyak uang untuk mengimbangi pacar-pacar daun muda mereka, berusaha menjembatani kesenjangan dalam penampilan dan kekuatan fisik. Dahulu mereka disebut "sugar daddies" tetapi sekarang istilahnya adalah "ATM berjalan".

Jika hanya sekedar penyangkalan atau kesombongan, maka akan segera berlalu. Namun yang lebih mengkhawatirkan saya adalah sindrom yang disebut "kebencian terhadap diri sendiri".

Ini adalah kondisi psikologis di mana seseorang dari demografi tertentu lebih mengidentifikasi diri dengan suatu ideologi atau gerakan yang tidak sesuai dengan kepentingannya. Ambil contoh kasus seseorang berkulit hitam yang bergabung dengan kelompok politik yang mendukung supremasi kulit putih dan menjadi lebih fanatik dalam retorikanya dibandingkan orang kulit putih yang fanatik. Lalu ada kasus politisi, generasi kedua imigran Latin yang telah mengubah nama mereka agar terdengar lebih "Amerika" dan kini mendorong undang-undang anti-imigran yang sangat tidak manusiawi terhadap orang-orang dari ras etnis mereka sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline