Lihat ke Halaman Asli

Cerpen Pendidikan - Nasi Bungkus

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

CERPEN (lebih tepatnya CERPENGET: cerita pendek banget) ini merupakan cerpen pertama saya di Twitter (http://twitter.com/#!/search/%23cerpenget). Saya sharing-kan di sini agar bisa dibaca oleh teman-teman Facebook. Mohon apresiasi (kritik dan saran) dari para pembaca sekalian. Terima kasih sebelumnya.

NASI BUNGKUS PRESIDEN
Cerpen Abank Juki
(Cikarang, Minggu, 8 April 2012, 05.00 WIB)

Sore itu ku berjalan susuri barisan gerbong kereta tua yang sudah pensiun. Ketika aku berada di samping salah satu gerbong kereta tua dengan jendela yang sudah retak, tiba-tiba terdengar sebuah suara menyayat hati.
“Bu... lapar....”

Kupertajam indera dengarku.
“Bu, pengen makan....”
“Iya nak, ibu tahu kau lapar. Tapi, ibu tak punya apa-apa. Tunggu bapak ya....”
“Bu... aku lapar.”
“Iya nak, ibu tahu. Tunggu bapakmu.”

Aku tak berdaya mendengarnya. Kuingin membantu, tapi... nasibku serupa. Sudah sejak pagi tadi perutku hampa. Hanya air mineral yang bisa kuteguk. Itupun hanya setengah botol yang tersisa. Beruntung kutemukan botol air itu di kursi gerbong paling ujung. Tak biasanya aku kehabisan barang penumpang yang tertinggal.
“Bu, lapar....”
“Iyaaaa... nak... tunggu bapakmu.”

Tiba-tiba kulihat di kejauhan tampak seorang tua berjalan agak gontai. Dia menghampiri sumber suara yang kudengar tadi.
“Nak, Tuhan mendengarmu. Bapakmu sudah datang. Semoga ia membawa makanan.”
“Bu, bapak pulang.”
“Bapak... Ara lapar, mau makan.”
“Iya, nak, bapak juga dengar suaramu. Beruntung kita hari ini karena presiden kita mau menaikkan harga BBM. Semoga terus setiap hari berita itu muncul.”
“Pak, Ara lapar. Ara gak ngerti BBM. Ara mau makan.”
“Iya, nak. Bapak tahu. Bapak bawa makanan. Tapi, kamu harus bilang makasih.”
“Iya pak, makasih.”
“Bukan ke bapak nak, tapi ke presiden kita.”
“Emang makanan ini dari presiden ya pak?”
“Iya nak, karena presiden mau menaikkan BBM, hari ini bapak dapat makanan.”
“Pak presiden yang ngasih nasi bungkus ini pak? Bapak tadi ketemu presiden ya? Bapak hebat. Ara mau ketemu presiden pak. Ara mau bilang makasih ke presiden. Bapak antarkan Ara Ya....”
“Sudah, kamu makan dulu sana.... Habiskan ya nak.”

Sesaat ku terdiam. Kurenungkan dialog bpk dan anak itu. Presiden mmberi nasi bungkus? Kpd bapak tua yang tinggal di gerbong? Telingaku terganggukah? Bermimpikah aku? Atau memang benar sang presiden sebaik itu??

Alangkah baiknya sang presiden. Sungguh seorang pemimpin yang peduli pada rakyatnya. Aku terharu.

Namun tiba-tiba secuil otakku berontak. Tidak, presiden tidak sebaik itu. Kudengar tadi ada isu BBM akan dinaikkan. BBM naik. Bukankah hal itu berat untuk rakyat?? Termasuk aku dan bapak itu sekeluarga akan terkena dampaknya.

BBM naik. Presiden memberi nasi bungkus. Apa hubungannya???

Otakku yang kerdil ini tak sanggup temukan jawabannya. Aku linglung. Di tengah kelinglunganku aku limbung. Aku tertidur dgn perut yang hanya terisi air mineral setengah botol, yang tadi tertinggal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline