Lihat ke Halaman Asli

amirullah suhada

let's write!

Belajar Ekonomi: Mengapa Ekonomi Melesu?

Diperbarui: 4 Oktober 2015   19:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Shutterstock)

Rumus dasar pertumbuhan ekonomi itu sangat sederhana. Mahasiswa ekonomi diberikan konsep ini sudah dari tingkat dasar dan terus jadi acuan hingga tingkat lanjutan. Rumusnya diformulasikan sebagai berikut:

GDP = C + I + G + (X-M)

Keterangan:
GDP = Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto)
C = Consumption (konsumsi masyarakat)
I = Invesment (investasi)
G = Government expenditure (belanja pemerintah)
X-M = Export-Import (posisi neraca perdagangan)

Dengan rumus tersebut, analisis kebijakan ekonomi yang dilakukan pemerintah bisa kita lakukan. Bahwa bila pemerintah ingin meningkatkan ekonomi, maka upaya yang harus dilakukan adalah dengan mendorong konsumsi, investasi, belanja pemerintah, dan menciptakan surplus perdagangan luar negeri. Lalu, apa yang terjadi dalam situasi pelesuan ekonomi Indonesia saat ini? Mari kita gunakan rumus di atas sebagai pisau analisis.

Tentu saja dalam dunia yang sudah saling terkait dewasa ini, ekonomi antar negara saling mempengaruhi. Pelemahan ekonomi Indonesia diawali dari loyonya kurs rupiah terhadap dollar. Membaiknya ekonomi Amerika memunculkan spekulasi bahwa Bank Sentral Amerika (the Fed) akan menaikkan tingkat suku bunga acuan. Ini membuat pasar ramai-ramai memindahkan dana mereka dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk ditanamkan ke Amerika.

Saat hal itu terjadi, maka permintaan dollar di dalam negeri meningkat, dan portofolio investasi dalam rupiah dilepas. Hukum penawaran-permintaan pun terjadi. Nilai dollar melejit karena diburu pasar, sementara nilai rupiah melorot karena menjadi kurang laku di mata investor. Pelemahan rupiah makin diperparah dengan banyaknya utang luar negeri jangka pendek yang jatuh tempo yang dilakukan perusahaan-perusahaan dalam negeri.

Dari situlah cerita berawal. Variabel Investasi (I) dalam rumus di atas mengalami penurunan.

Secara teori, pelemahan kurs rupiah terhadap dollar memberikan peluang perbaikan di neraca perdagangan. Sebab, harga barang ekspor kita di negara tujuan akan menjadi lebih murah, sementara harga barang impor menjadi lebih mahal. Sayangnya, blessing in disguise ini tidak terjadi dalam kasus Indonesia. Selama ini nilai impor kita jauh lebih besar ketimbang ekspor. Bahkan, bahan baku dan bahan penolong industri manufaktur kita sebagian besar masih diimpor. Contoh gampangnya adalah di industri makanan dan minuman. Mulai dari garam, gula, terigu, konsentrat buah, susu, mayoritas masih diimpor.

Sebenarnya barang komoditas, seperti karet, batu bara, dan sawit, yang selama ini menjadi andalan ekspor bisa menjadi penolong memperbaiki posisi neraca perdagangan. Sayangnya, harga-harga komoditas itu sedang melemah. Keistimewaan tingginya harga barang komoditas tidak dinikmati lagi saat ini, berbeda keadaannya beberapa waktu lalu saat harga komoditas sedang tinggi. Performa ekonomi Cina yang menurun cukup mempengaruhi pelemahan harga-harga komoditas.

Sampai di sini, variabel (X-M) kita negatif. Indonesia lebih banyak tekor dalam neraca perdagangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline