Lihat ke Halaman Asli

Gawat! Serangan Tanpa Batas Fall Armyworm (Spodoptera frugiperda) Bagi Pertanian Indonesia

Diperbarui: 23 September 2025   16:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Spodoptera frugiperda pada tanaman jagung (Sumber: Syngenta Seddcare)

Pendahuluan --- Apa itu Fall Armyworm dan dari mana asalnya?

Fall armyworm (FAW), Spodoptera frugiperda, adalah ngengat dari famili Noctuidae yang pada fase larva menjadi hama penting karena sifatnya yang rakus dan mobilitasnya tinggi. Hama ini berasal dari wilayah tropis dan subtropis Amerika, namun sejak 2016 telah menyebar ke Afrika, Asia, dan akhirnya Indonesia, sehingga digolongkan sebagai spesies invasif global (Goergen et al., 2016; Early et al., 2018).

Tanaman apa saja yang diserang FAW?

FAW bersifat polifag dengan lebih dari 350 tanaman inang. Namun, jagung menjadi target utama, diikuti oleh padi, sorgum, tebu, kapas, kedelai, dan sayuran lain. Serangan pada jagung ditandai dengan lubang tidak beraturan pada daun muda, kerusakan pada pucuk, dan bahkan hancurnya tongkol pada serangan berat. Penurunan hasil dapat mencapai 20--60% tergantung fase pertumbuhan dan tingkat serangan (Prasanna et al., 2018; Day et al., 2017).

Asal-muasal kedatangan dan penyebaran di Indonesia

Di Indonesia, FAW pertama kali dilaporkan pada 2019 di Sumatra dan Jawa, lalu dengan cepat menyebar ke Sulawesi, Kalimantan, dan Papua. Kondisi iklim tropis yang sesuai dan ketiadaan musuh alami yang memadai mempercepat keberadaannya menjadi hama endemik. Perdagangan benih dan pergerakan hasil pertanian turut mempercepat penyebarannya (Muliadi et al., 2020; IPPC, 2019).

Masalah utama yang ditimbulkan FAW

1) Kerugian ekonomi dan pangan lokal

FAW berpotensi menurunkan produksi jagung secara drastis. Studi di Afrika melaporkan kerugian hasil jagung mencapai 8,3--20,6 juta ton per tahun, setara dengan kerugian ekonomi miliaran dolar. Di Indonesia, petani kecil yang bergantung pada jagung paling rentan, karena biaya pengendalian meningkat sementara produktivitas turun (Abrahams et al., 2017; Prayogo et al., 2020).

2) Tantangan resistensi insektisida

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline