Lihat ke Halaman Asli

Alip Yog Kunandar

TERVERIFIKASI

Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Berekat yang Sekarat

Diperbarui: 24 Januari 2021   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paket Nasi Berekat (Pikiran-rakyat.com)

Menurut Utadz Oding, selalu ada hikmah dibalik musibah, dan selalu ada celah untuk menjadikannya sebuah berkah. Banjir itu musibah, tapi bisa jadi berkah untuk pemilik perahu. 

Pemuda pengangguran atau remaja belum kerja bisa dapat recehan dengan membantu mendorong kendaraan yang mogok. Bengkel --kalau bengkelnya nggak kebanjiran air---bisa kebanjiran orderan. Bahkan orang meninggal pun, bisa meninggalkan berkah buat yang lain. Setidaknya bagi para kuli penggali kubur.

Begitu pun cengan covid yang entah sampai kapan mengusik kenyamanan hidup kita. Memang musibah, tapi juga ada hikmah yang bisa dipetik, dan berkah yang bisa didapat kalau pandai melihat celah. Para jomblowan dan jomblowati, terutama yang berada di batas usia tertentu, selama ini selalu dihantui sebuah pertanyaan 'mengerikan.' Apalagi kalau sebuah kalimat pendek, "Kapan nikah?"

Nah, covid ini bisa jadi alasan untuk mengelak kan? "Mau nikah gimana? Lagi zaman susah duit kayak gini. Ada duit pun nggak boleh bikin acara kumpul-kumpul buat hajatan. Bahkan untuk pedekate pun juga dilarang, harus jaga jarak. Mana enak pacaran pake jarak, malah kayak orang marahan..." Namanya juga alasan. Dimana-mana alasan itu selalu dijadikan usaha pembenaran.

Pun demikian dengan para penganggur atau pengangguran, atau kalau Pak De Jokowi menyebutnya sebagai 'angkatan pra-kerja.' Baik mereka yang menganggur karena keadaan, maupun yang menganggur sebagai hobi atau bahkan profesi. Yang menganggur karena keadaan, alasannya makin bisa diterima. 

Memang pekerjaan tambah susah sekarang. Yang sebelumnya punya kerjaanpun banyak yang kehilangan. Yang menganggur karena hobi, makin bisa menyalurkan hobinya itu; bangun makin siang, ngejogrok di rumah seharian pun bisa dimaklumi. Apalagi yang menganggur dijadikan profesi, bisa makin professional; masa kerjanya bertambah panjang, bisa buat menuh-menuhin CV.

Gara-gara berkah, berkat, atau kata orang Sunda berekat itu, saya jadi inget penggunaan kata itu untuk makna yang lain, yang masih ada kaitannya dengan hajatan. Setiap selesai hajatan di kampung saya, entah itu hajatan pernikahan, sunatan, bangun rumah, akikah, atau bahkan tahlilan orang meninggal, mereka yang hadir, pulangnya pasti dapat berkat atau berekat. Berkatnya berupa paket nasi beserta lauk-pauk aneka rupa. Karena itulah paket nasi itu kemudian disebut nasi 'berekat' atau 'berekat' saja.

Di kampung saya, biasanya paket berekat itu berupa nasi dengan beberapa lauk yang khas; telor rebus, mi atau bihun goreng, besengek (sayur yang menjadikan cabe hijau sebagai bahan utama, bukan sebagai bumbu), sayur kentang, tahu-atau tempe, plus sepotong daging atau ikan. Paket itu ditaruh dalam wadah anyaman bambu yang disebut pipiti setelah diberi alas daun pisang atau daun jati. Sebagai dessert-nya adalah pisang, atau kue-kue seperti papais, apem, cuhcur, dan sebagainya.

Enak? Tergantung. Kalau lagi lapar atau di rumah cuma ada ikan asin sebagai lauk makan, paket berekat bisa jadi sangat nikmat. Tergantung juga siapa yang jadi koordinator masaknya. Paket berekat itu bukan dipesan dari perusahaan catering, tapi dimasak rame-rame oleh para kerabat dan tetangga yang punya acara. Namanya juga dimasak keroyokan, kadang QC-nya nggak jelas. Nah disitulah peran koordinator atau chef kepala itu diperlukan.

Saat akan hajatan --kecuali berekat untuk tahlilan yang memang dadakan---yang punya hajat sudah harus merencanakan soal ini, mulai dari anggaran sampai perkiraan jumlah tamu. Termasuk di antaranya menunjuk koordinator masak itu. Setiap kampung biasanya punya juru masak andalan seperti ini.

Tugasnya adalah menyusun menu (yang sebetulnya itu-itu saja), membagi pekerjaan (meski dilakukan oleh para sukarelawan), mengatur jadwal apa yang harus dimasak lebih dulu, dan sebagainya. Terutama adalah mengontrol citarasa masakan. Bahkan kadang membuat paket contoh, misalnya nasi satu mangkok kecil, besengek dua sendok, dan seterusnya, sebelum diduplikasi oleh para sukarelawan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline