Lihat ke Halaman Asli

Nur Alfia Ekawati

A teacher, a writer, a translator, a book lover

Gerakan Literasi Sekolah, Antara Harapan dan Realita

Diperbarui: 19 Oktober 2020   05:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi buku-buku (dok. pribadi)

Gerakan Literasi Sekolah merupakan suatu gerakan yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menumbuhkembangkan budi pekerti siswa dengan meningkatkan minat dan kemampuan membaca dan menulis. 

Sejak dicanangkan pada tahun 2016, seharusnya kita sudah bisa melihat sejauh mana gerakan ini memberi dampak pada kemampuan membaca dan menulis siswa. Apakah Gerakan Literasi Sekolah sudah cukup efektif atau justru sebaliknya?

Ternyata hasil PISA terbaru di tahun 2018 menunjukkan bahwa peringkat dari indeks literasi pelajar Indonesia dalam hal kemampuan membaca, Matematika, serta Sains masih berada jauh di bawah.

Indonesia berada di peringkat 74 dari 79 negara untuk kemampuan membaca, peringkat 73 untuk matematika, dan peringkat 71 untuk sains. 

Jika dibandingkan dengan hasil PISA di tahun 2015, justru peringkat Indonesia mengalami penurunan, terutama kemampuan membaca. Hal ini justru sangat memprihatinkan.

Jadi, apa yang salah? Apakah ini merupakan kegagalan dari Gerakan Literasi Nasional yang dicanangkan pemerintah?

Mungkin masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa rendahnya peringkat Indonesia dalam hasil survei PISA tersebut merupakan kegagalan program Gerakan Literasi Nasional. 

Namun hal ini merupakan sebuah peringatan keras bagi pemerintah dan kita semua bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, matematika, dan sains cukup mengkhawatirkan. 

Banyak hal yang harus dievaluasi dan diperbaiki. Perlu kerja keras dari berbagai elemen untuk mencari bentuk yang paling tepat untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa.

Jika kita tanyakan pada diri sendiri, kenapa hal ini bisa terjadi? Kenapa begitu sulit menumbuhkan minat siswa untuk membaca dan menulis? Apa hambatan terbesar yang harus kita hadapi?

Kita harus mengakui bahwa gempuran teknologi komunikasi dan informasi saat ini cukup membuat kita kewalahan. Saat budaya membaca belum tertanam dengan kuat, para siswa kita sudah mengakses berbagai jenis informasi dari berbagai media sosial yang mereka miliki, tanpa filter. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline