Lihat ke Halaman Asli

Membukukan Karya dalam Kesunyian

Diperbarui: 6 April 2023   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Membukukan Karya dalam Kesunyian

Albertus Muda, S.Ag

Guru Honorer SMAN 2 Nubatukan-Kab. Lembata-Nusa Tenggara Timur

Sunyi identik dengan suasana yang jauh dari hingar bingar kehidupan modern. Sunyi juga bisa diidentikkan dengan kehidupan yang jauh dari sentuhan teknologi, keterbelakangan dan ketertinggalan.

Dalam konteks literasi, kesunyian dapat menjadi ruang bagi seseorang atau sekelompok orang untuk menimba inspirasi, mengembangkan imajinasinya untuk menghasilkan karya-karya sastra maupun jenis karya tulis lainnya.

Setelah mendapatkan informasi dari salah seorang rekan Sosialisator Program Literasi Nasional (SPL Nasional), saya menarik napas panjang soal biaya pendaftaran. Mengapa? Sebab informasi Gerakan Sekolah Menulis Buku Nasional (GSMB Nasional), saya dapatkan di tengah perjalanan, saat sedang mewaspadai pandemi covid-19.

Apalagi program GSMB Nasional belum dianggarkan dalam rencana kegiatan dan anggaran sekolah (ARKAS). Namun, hemat saya, belajar sampai kapan pun tidak akan pernah final, karena setiap pembelajar selalu berada di tengah jalan dan berada dalam perjalanan.

Dalam situasi dilematis, saya coba membagikan informasi GSMB Nasional, kepada wakasek kurikulum dan kesiswaan. Saya bermaksud menyampaikan kegundahan hati saya, terkait pengembangan dan penguatan literasi sekolah yang sedang mati suri.

Saya sadar bahwa pengelola anggaran, ada di tangan kepala sekolah, maka apa pun jawaban kepala sekolah, saya siap menerimanya. Namun demikian, saya tidak tinggal diam. Pendekatan dan komunikasi terus saya bangun. Sebab menjadi amunisi pamungkas untuk menemukan solusinya.

Demi pemekaran imajinasi dan kreativitas berpikir anak-anak, saya tidak tinggal diam. Sharing tetap saya bagikan dengan penuh optimisme, sembari berdoa memohon agar mimpi anak-anak membukukan karya dapat terealisasi. Upaya terus saya lakukan.

Komunikasi tetap saya jalin dengan wakasek kesiswaan dan kurikulum. Akhirnya pada suatu kesempatan, saya memberanikan diri bertemu wakasek kesiswaan dan memintanya bertemu kepala sekolah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline