Lihat ke Halaman Asli

Akbar Pitopang

TERVERIFIKASI

Berbagi Bukan Menggurui

Gagal SNBP dan Aksi Demo: Cermin Buruknya Tata Kelola Pendidikan?

Diperbarui: 9 Februari 2025   07:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siswa MAN 2 Medan saat berunjuk rasa di sekolahnya. Gara-gara SNPB, etiskah siswa mendemo sekolah? (Rahmat Utomo/Kompas.com)

Langit cerah berubah mendung bagi ribuan siswa SMA di berbagai daerah. Bukan karena hujan yang turun, tetapi akibat kepanikan massal yang menyelimuti mereka. Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), jalur prestisius menuju perguruan tinggi tanpa tes seharusnya menjadi gerbang impian bagi banyak pelajar. Namun, gerbang itu tertutup sebelum sempat mereka melangkah. Masalah teknis yang dianggap remeh oleh sebagian pihak justru menjadi batu sandungan besar yang menggagalkan mimpi.

Dalam dunia yang semakin terdigitalisasi maka efisiensi dan kecepatan menjadi kata kunci. Sayangnya, digitalisasi di sektor pendidikan masih belum sempurna. Sistem yang diharapkan bekerja otomatis justru tersendat oleh berbagai kendala klasik. 

Hasilnya? Siswa yang berhak mendaftar justru gagal bukan karena kurangnya prestasi melainkan akibat lemahnya sistem.

Namun, yang lebih mengejutkan bukan hanya kegagalan pendaftaran itu sendiri melainkan respons siswa yang berujung pada aksi demonstrasi. 

Frustrasi yang memuncak membuat mereka turun ke lapangan menyuarakan kemarahan kepada pihak sekolah. Bahkan menyalahkan oknum guru yang diduga lalai dalam proses verifikasi data. 

Situasi yang seharusnya bisa ditangani dengan kepala dingin malah berubah menjadi gesekan yang tak diinginkan.

Demo di lingkungan pendidikan adalah fenomena yang jarang terjadi. Biasanya dunia akademik identik dengan diskusi intelektual bukan aksi turun ke jalan. Namun, kali ini emosi mengalahkan nalar. 

Mengapa bisa terjadi? Jawabannya terletak pada komunikasi yang buruk. Informasi yang seharusnya tersampaikan dengan jelas justru tersendat hingga menciptakan ruang untuk spekulasi dan ketidakpastian.

Kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan siswa. Dalam situasi penuh tekanan karena berada pada posisi menggantungkan harapan. mereka hanya ingin kejelasan dan keadilan. 

Sayangnya, respons lambat dari pihak sekolah membuat keadaan semakin panas. Jika sejak awal ada komunikasi yang terbuka, transparan, dan proaktif, mungkin situasi ini bisa dicegah.

Musyawarah adalah kunci dalam dunia pendidikan. Namun, dalam kasus ini musyawarah gagal dilakukan pada saat yang paling krusial. Pihak sekolah seharusnya segera mengumpulkan siswa, memberikan klarifikasi, dan mencari solusi terbaik bersama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline