Lihat ke Halaman Asli

Upah Minimum Harapan Maksimum: Beban Hidup 1 Gaji Untuk 4 Mulut

Diperbarui: 11 Juni 2025   17:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Upah minimum sering dijadikan ukuran bahwa negara telah hadir untuk menjamin kelayakan hidup para pekerja. Namun, di balik angka yang ditetapkan setiap tahun, terdapat ketimpangan antara harapan dan kenyataan. Satu penghasilan minimum sering kali harus menanggung hidup lebih dari satu individu, bahkan satu keluarga penuh. 

Pada tahun 2024, UMK Kota Semarang ditetapkan sebesar Rp3.243.969. Walau secara nominal lebih t inggi dibandingkan garis kemiskinan per kapita Jawa Tengah sebesar Rp617.936, angka tersebut menjadi tidak memadai saat dihadapkan pada kebutuhan satu rumah tangga. Ketika empat anggota keluarga menggantungkan hidup pada satu upah, kebutuhan bulanan melonjak melebihi batas minimum tersebut. Dalam kondisi seperti ini, selisih yang sempit antara pendapatan dan kebutuhan membuat keluarga berada dalam posisi rentan. 

Sebagian besar kepala rumah tangga di Jawa Tengah adalah laki-laki yang berperan sebagai satu satunya pencari nafkah. Dengan beban penuh berada pada satu orang, penghasilan harus dibagi untuk berbagai kebutuhan, mulai dari makan, transportasi, hingga pendidikan. Data menunjukkan bahwa 49,76 persen dari pengeluaran rumah tangga terserap hanya untuk kebutuhan pangan. Sementara itu, kebutuhan lainnya harus diatur dengan anggaran yang terbatas. Dalam realitas seperti ini, mempertahankan kualitas hidup menjadi sulit, apalagi merancang masa depan yang lebih baik. 

Sayangnya, kebijakan upah minimum hingga kini masih disusun berdasarkan asumsi pekerja adalah individu tanpa tanggungan. Padahal mayoritas pekerja telah berkeluarga dan bertanggung jawab atas kebutuhan lebih dari satu orang. Ketimpangan ini menghasilkan kebijakan yang tidak sejalan dengan kondisi sosial masyarakat dan berisiko melanggengkan kemiskinan struktural. Kenaikan UMK secara berkala pun belum menjadi solusi. 

Kenaikan harga barang dan inflasi terus menggerus nilai riil pendapatan, sehingga kenaikan upah nominal tidak meningkatkan daya beli secara nyata. Dalam situasi seperti ini, upah minimum menjadi representasi semu dari kesejahteraan. 

Upah minimum seharusnya mencerminkan kebutuhan nyata para pekerja dan keluarganya. Apabila satu pendapatan hanya mampu memenuhi sebagian kecil dari total kebutuhan rumah tangga, maka kesejahteraan sulit tercapai. Sistem pengupahan perlu diperbarui dengan pendekatan yang mempertimbangkan realitas jumlah tanggungan dan kondisi ekonomi pekerja secara utuh. 

Pendekatan baru terhadap perhitungan upah minimum perlu dikembangkan. Tidak cukup lagi hanya melihat satu individu dalam kerangka upah, melainkan harus merujuk pada struktur rumah tangga sebagai unit sosial yang nyata. Satu penghasilan seharusnya tidak sekadar menjaga agar dapur tetap mengepul, tetapi juga memastikan bahwa keluarga dapat hidup dengan tenang dan bermartabat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline