Lihat ke Halaman Asli

Nyanyian Ombak Sang Pemuda, Ketika Pergerakan Menata Negara Posted by dakwatuna

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTAkaFa9LYzH_C0h3LbTE-O92_mgAnMy-eTEHahkqSToFrjm_nx

Ahmad Hudan Ro’isyi | Ketika pergerakan ditakdirkan menata NEGARA

Sebuah fakta umum bahwa sebuah harakah itu galibnya didominasi oleh kalangan pemuda. Kalaupun ada beberapa tokoh pergerakan yang mulai “menua” namun daya fikirnya, daya geraknya itupun tak kalah dari orang orang muda kebanyakan. Pergerakan itu menghadirkan pembaruan dan kedinamisan dalam setiap detiknya. Mereka terus menerus bergerak dalam fikir, zahirnya guna meluaskan cakrawala pengetahuan dan meningkatkan kapasitasnya sebagai calon penata kehidupan. Mereka terus menerus memikirkan masalah masalah besar dan memikirkan bagaimana meradukannya. Hati mereka yang terang benderang terus menerus terusik oleh kemerosotan islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Mari Tengok perjalanan Muhammad natsir, pada usia 22 tahun ia bergumul dengan pemikiran Agus Salim untuk berdiskusi mengenai hubungan islam dan negara. Hal itu dilakukannya demi masa depan pemerintahan Indonesia yang dipimpin soekarno. Pada Usia 23 tahun ia menelurkan 2 buah buku Komt tot het Gebed dan Muhammad als Profeet. Secara berturut turut minimal ia hadirkan 1 buku tiap tahunnya. Buya hamka pada usia 20 tahun sudah meramaikan media cetak – majalah dengan tulisan tulisannya. Mehmed II Khan bin Murad pada usia 12 tahun sudah dilatih untuk mengepalai sebuah provinsi. Hingga 9 tahun kemudian ia mencatatkan dirinya dalam tinta emas peradaban dalam pembebasan konstantinopel.

Mereka hadir dalam sejarah industri peradaban dengan kapasitas yang telah ditunjukannya. Kehadirannya tidak hanya meramaikan namun memberikan warna, menambal sulam nganga peradaban. Keberadaannya seakan menyentil kita “Dimana posisi kita pada usia 22 tahun, 20 tahun atau bahkan 12 tahun sekarang ini?”. Kadang pada usia yang sebelia ini, kita masih berasyik masyuk dengan romantisme alam remaja. Menonton Sinetron, bermain playstation, jaulah ke mal mal, kongkow di warung kopi, di jalanan bersama club motor, lihat konser musik dan aktivitas aktivitas mubazir lainnya. Oleh karena itu penulis sungguh bersyukur melihat beberapa aktivis pergerakan yang masih belia, namun secara pemikiran dan mental kepribadian begitu matang. Barangkali beberapa tahun kedepan ia akan mewarisi kebesaran tokoh tokoh peradaban. Juga barangkali negara ini akan membutuhkan kapasitasnya untuk mengelola indonesia menjadi sepenggal firdaus di muka bumi.

Tidak ada waktu tunda dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, ukurlah nilai diri kita dengan membandingkan usia produktif tokoh tokoh besar yang pernah menjadi sejarah kehidupan. Bila sekarang usia kita 20 tahun maka apakah 29 tahun lagi kelak kita mempunyai kapasitas seperti SOEKARNO ketika menjadi Presiden pertama RI ? atau bila usia kita sekarang 30 tahun, apakah 9 tahun lagi kita akan menyamai kapasitas Hasan albanna ketika memimpin perang besar arab melawan yahudi?

Pertanyaan besar dengan membandingkan usia kita dengan tokoh peradaban itulah yang akan menimbulkan energi yang besar untuk bergerak. Energi itulah yang disebut sebagai wonderful restlessness mindset atau daya resah yang menikam. Dan daya resah inilah yang ujung ujungnya akan menyeret kita pada muara obsesi.

Obsesi itu akan berpijar dengan kuat bila kita bisa mengoptimalkan |tiga kunci berikut :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline