Melanjutkan pembahasan sebelumnya, bagian kedua ini cenderung lebih menyoroti kiprah perempuan Hulu Sungai dalam barisan perjuangan melawan penjajahan di Kalimantan Selatan. Di tengah tekanan sistem kolonial yang menindas, muncul gerakan perempuan yang melampaui sekadar tuntutan kesetaraan. Perempuan tak sekadar menjadi penonton. Mereka hadir dalam berbagai lini, Di pusat-pusat pergerakan seperti Kandangan dan Barabai, perempuan tampil sebagai agen perubahan: terlibat dalam organisasi politik, pendidikan rakyat, hingga aksi gerilya.
Pada masa-masa awal pergerakan, parak aktivis perjuangan sangat menyerukan pendidikan, hal itu juga membuka ruang dan kesempatan bagi perempuan di Hulu Sungai agar lebih maju. Di Kandangan sebagai sentral pergerakan, lebih luas lagi memberikan kesempatan pada kaum perempuan, tentu hal tersebut kemudian yang menenggarai banyaknya para pejuang dari kaum perempuan di Kandangan. Persatuan Wanita Indonesia ( PERWANI ) cabang Kandangan yang dipimpin oleh H. Rahmah Bahran, organisasi ini secara masif menggerakkan berbagai kegiatan yang mendukung perjuangan, pada tahun 1940 diadakan Kongres Wanita Kalimantan di Kandangan. sebuah momentum bersejarah yang menarik perhatian nasional. Ny. Herawati Diah, pimpinan dari KORWANI pusat di Jakarta, sengaja datang langsung menghadiri kegiatan kewanitaan tersebut, menegaskan posisi strategis Kandangan dalam peta gerakan perempuan di Kalimantan Selatan (cabang Kalimantan Selatan diketuai oleh Ny. Noorsehan Djohansyah).
Dalam Kongres Wanita seluruh Kalimantan yang dilangsungkan di Kandangan pada tanggal 17 Februari 1948, PERWANI menyuarakan tentang pentingnya persatuan kaum wanita untuk perjuangan kemerdekaan. Seiring waktu, semangat pergerakan semakin menguat seperti Jamiatun Nissa bagian keputrian dari organisasi Musyawaratuthalibin yang juga sangat aktif menggelar kegiatan di Kandangan. Tak kalah menarik untuk dicatat, Sarekat Islam juga mengerahkan langkah strategisnya dengan menggalang potensi kaum perempuan melalui pendirian sebuah organisasi bernama Dunia Isteri pada tahun 1923 di Banjarmasin. Organisasi ini dipimpin oleh sosok perempuan tangguh bernama Masiah. Gerakan ini tak berdiri sendiri, sebab dari tanah Jawa, dukungan pun mengalir deras datang dari Central Sarekat Islam yang sebelumnya telah membentuk Sarekat Islam Wanodya Utomo, dipimpin oleh R. Ayu Cokroaminoto dan beralamat di Kedungjati, Surabaya.
Di sebuah rapat terbuka (Openbare vergadering) yang diselenggarakan oleh Parindra di los Getah, pasar Barabai, tampillah seorang perempuan dari Kandangan yang kelak namanya terpatri dalam lembar sejarah, Siti Syahrijat. Dengan keberanian yang melampaui batas kebiasaan zamannya, ia berdiri tegak di hadapan khalayak, menyampaikan pidato yang menggetarkan hati banyak orang. Suaranya lantang, penuh keyakinan, memecah sunyi dan menggugah kesadaran. Ia menyerukan semangat bagi kaum perempuan, membakar gairah yang lama terpendam, mengajak para ibu untuk melihat hidup melampaui dinding dapur yang hanya mengenal api dan panci. Bagi Siti Syahrijat, perempuan bukan hanya penjaga rumah dan pengasuh anak, tapi juga jiwa merdeka yang pantas berdiri sejajar dengan pria ikut menentukan arah perjalanan bangsa, dengan kekuatan dan kebijaksanaan yang dimilikinya sebagai seorang perempuan.
Pergerakan kaum perempuan semakin berkembang ketika memasuki masa revolusi kemerdekaan. Medan juang pada masa revolusi kemerdekaan yang amat keras dan ekstrem itu bukan hanya diselami oleh para pejuang dari kaum pria, namun tidak sedikit dari barisan kaum perempuan yang juga berada pada sendi-sendi fital jalannya perjuangan pada masa mempertahankan status kemerdekaan Indonesia tersebu. Pada sebuaah kongres berkedok Konferensi PPI ( Persatuan Pemuda Indonesia ) seluruh Kalimantan yang berlangsung di Kandangan tanggal 17-18 Desember 1946 bertempat di gedung (Bioskop Murni jalan Singakarsa, Pandai, Kandangan Barat ), PERWANI bersama beberpa organisasi pemuda se-Kalimantan kemudian membentuk Gabungan Pemuda Pemudi Indonesia Kalimantan (GAPPIKA) yang berkedudukan di Kandangan. GAPPIKA ini akan menjadi corong kaderisasi para pejuang-pejuang kemerdekaan di berbagai daerah di Kalimantan.
Saat atmosfer gerilya pada masa revolusi fisik kian meningkat, kota Kandangan juga menjadi pusat dari pers perjuangan yang kian tumbuh diantara 9 harian pers yang dari kota Kandangan yang amat populer saat itu. satu diantaranya adalah harian pers yang dibentuk oleh perempuan yakni PEDOMAN POETRI (terbit Pertama tahun 1947 di Kandangan, sekretariat redaksi berkantor di jalan Parindra Kandangan. Majalah yang konsumennya secara khusus dialamatkan pada kaum wanita ini dipimpin oleh H. Rohajah Batoen (H. Rohayah Batun). Sidang pengarang terdiri dari H. Rohajah Batoen dan Maserah, tata usahanya terdiri dari Siti Rupsinah dan Siti Maslara. Majalah Pedoman Poetri ini secara tersurat tidak memuat pernyataan politis yang secara bombastis menyerang kekuasaan NICA Belanda. Walau demikian, kandungan informasinya secara halus membangkitkan kesadaran dalam meningkatkan harkat dan derajat kaum wanita yang dilatari budaya Islam. Tidak hanya sampai disitu H. Rohajah juga memiliki kepedulian khusus tentang pendidikan anak-anak. Majalah SULUH yang juga dipimpinnya diterbitkan oleh TAMAN PENGETAHUAN dengan alamat Jalan Teluk Mesjid Kandangan Nomor 243 B dan dicetak di percetakan Typ SHS Kandangan. Isinya memuat ilmu pengetahuan yang porsinya disesuaikan dengan kreativitas dunia anak-anak berupa prosa dan puisi serta karya lainnya.
Siti Warkiah atau Aluh Idut juga amat dikenal namanya. seorang aktivis tulen dari kaum perempuan, merupakan tokoh perempuan yang aktif di berbagai organisasi pergerakan. Ia tercatat sebagai anggota PBI, Parindra, dan Jam'iyyatun Nissa yakni organisasi perempuan di bawah naungan organisasi Musyawaratutthalibin. Pada masa pendudukan Jepang, ia juga bergabung dengan Fujin-Kai, lalu pada masa revolusi terlibat dalam Barisan Pelopor Pemberontak Kalimantan Indonesia (BPPKI), serta aktif di SKI dan GAPPIKA hingga ikut dalam arus perjuangan revolusi di Kaimantan Selatan yang didominasi oleh ALRI divisi IV Pertahanan Kalimantan. Namun, ia akhirnya ditangkap oleh aparat militer Belanda. Dalam tahanan, ia disiksa dengan kejam, bahkan melewati batas kemanusiaan. Tekanan demi tekanan dilancarkan agar ia mengungkap jaringan gerilyawan yang tengah bergerak. Meski demikian, ia tetap bungkam dan memilih setia pada perjuangan. Walaupun cacat tubuh yang dideritanya akibat penyiksaan yang begitu hebat kemudian menggerogoti kesehatannya.
Bukan hanya menempuh jalur perjuangan yang relatif aman, tidak sedikit perempuan Hulu Sungai di Kalimantan Selatan yang memilih jalan ekstrem dan penuh risiko. Salah satunya adalah Mastora yang turut mengangkat senjata. Ada pula kisah luar biasa dari Sa'diah, seorang perempuan tangguh asal Desa Karang Jawa, Kandangan. Demi menyelamatkan pucuk pimpinan perjuangan, Hassan Basry, yang saat itu sedang sakit dan diburu pasukan Belanda, Sa'diah menyembunyikannya dalam "Lanjung"---wadah besar yang dihambin di punggung---kemudian menutupinya dengan dedaunan. Ia memikul lanjung berisi Hassan Basry dari wilayah pegunungan hingga ke Desa Tabihi untuk melalui beberapa penjagaan dan patroli militer Belanda. Jarak tempuhnya sangat jauh, bahkan jika dibandingkan dengan perjalanan menggunakan kendaraan bermotor di masa kini.
Kisah-kisah seperti yang ditorehkan oleh Siti Warkiah (Aluh Idut), Siti Syahrijat, dan Sa'diah bukan sekadar fragmen sejarah, melainkan bukti nyata bahwa perempuan Hulu Sungai memiliki peran vital dalam perjuangan kemerdekaan. Mereka tidak hanya hadir di garis belakang, tetapi berdiri sejajar di medan tempur, menghadapi risiko yang sama besar, bahkan dengan cara yang melampaui batas nalar zaman itu. Dari ruang organisasi, aksi gerilya, hingga pengorbanan fisik dan batin, jejak langkah mereka adalah warisan keberanian yang layak mendapat tempat dalam ingatan kolektif bangsa Indonesia. Sejarah tidak boleh melupakan bahwa perjuangan kemerdekaan di Kalimantan Selatan juga ditopang oleh kekuatan perempuan yang tak hanya diam, tapi bergerak, bertaruh nyawa, dan menjaga agar api perjuangan tetap menyala (*).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI