Lihat ke Halaman Asli

Ahmad fauzan

Universitas Hasanuddin

Surat Cinta yang Terselip di Kantong Celana Laundry

Diperbarui: 22 April 2025   18:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kartu putih pada kantong celana denim abu-abu (Sumber: Pexels/Pixabay)

Terselip diam-diam di kantong celana yang nyaris dicuci, selembar surat cinta yang terlupa mengajakmu menelusuri kisah rasa yang tertinggal di antara lipatan waktu.

Di antara suara gemuruh mesin cuci dan aroma deterjen yang menenangkan, ada satu hal yang tidak sengaja kutemukan hari itu---selembar kertas yang terselip di kantong celana jeans lusuh. Awalnya kupikir hanya struk belanja atau catatan belanjaan yang tertinggal. Namun ketika kulipat perlahan dan mataku menangkap barisan huruf-huruf yang familiar, aku tahu: ini lebih dari sekadar kertas. Ini adalah sebuah surat cinta.

Tinta biru yang mulai memudar tak mampu menghapus isi hatimu yang dulu pernah kau tuliskan. Tulisan tanganmu masih rapi, seperti biasa, penuh jeda di titik-titik penting, seolah setiap kalimat memang ditulis untuk dikenang. Kata-kata di sana tidak hanya bicara tentang rasa, tapi juga tentang harapan. Tentang "kita" yang akan bertahan meski waktu dan jarak seringkali tak berpihak.

Lucu ya. Kita pernah sepakat bahwa cinta harus dijaga layaknya pakaian putih---tidak boleh ternoda. Namun siapa sangka, noda tak selalu datang dari luar. Kadang, justru dari dalam diri sendiri: dari kata-kata yang tak sempat diucapkan, dari ego yang tak mau mengalah, dari waktu yang terlalu sibuk untuk sekadar duduk dan bertanya, "Apa kabar hatimu hari ini?"

Surat itu terselip di sana, di tempat paling sederhana---kantong celana. Bukan di laci penuh kenangan, bukan di kotak surat khusus, bukan pula di dalam buku yang kau hadiahkan. Dan mungkin memang di situlah seharusnya ia ditemukan: di tengah rutinitas, di sela-sela hari yang tidak romantis, di balik lipatan hidup yang biasa-biasa saja.

Barangkali itu pesan sesungguhnya. Bahwa cinta sejati tak selalu bersembunyi di tempat megah atau momen besar. Ia tinggal di kantong kecil kehidupan: dalam pesan-pesan kecil yang tak sempat terkirim, dalam senyuman yang kita abaikan, dalam celana yang sudah lama tak kita pakai karena terlalu nyaman dengan pakaian yang baru.

Sekarang, surat itu kubaca ulang dengan hati yang tak lagi sama. Ada senyum yang muncul, tapi juga perih yang tertinggal. Aku tak tahu kenapa kau tak pernah bilang bahwa surat ini ada. Mungkin karena kau sendiri lupa, atau mungkin karena kau berharap suatu hari aku akan menemukannya sendiri. Dan hari itu tiba. Di ruang laundry kecil yang pengap, di antara tumpukan cucian, aku menemukan kembali sebuah rasa yang dulu pernah begitu kuat, tapi pelan-pelan kita biarkan memudar.

Baju bisa dicuci, dilipat, bahkan disetrika kembali agar tampak rapi. Tapi cinta? Tak semudah itu. Kadang ia terlalu kusut untuk dirapikan, atau terlalu rapuh untuk disentuh kembali. Namun, surat ini... menyadarkanku bahwa mungkin tak semua yang tertinggal adalah sisa. Kadang, yang tertinggal justru hal yang ingin kembali diingat.

Maka, kuletakkan surat itu di atas meja, kusimpan baik-baik. Bukan untuk berharap apa-apa darimu, tapi sebagai pengingat bahwa pernah ada cinta yang begitu tulus, walau akhirnya terselip... di kantong celana laundry.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline