Lihat ke Halaman Asli

Apoteker Ilham Hidayat

Apoteker/Founder Komunitas AI Farmasi - PharmaGrantha.AI/Rindukelana Senja

Apotek PRB : Cantik diatas Kertas, Tersesat di Lapangan

Diperbarui: 24 Juni 2025   12:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kredit gambar: Ilustrasi buatan AI menggunakan ChatGPT/DALL*E oleh Ilham Hidayat (dokumen pribadi)

Tangerang, Ilham Hidayat--Mereka bilang, Program Rujuk Balik (PRB) itu solusi. Gagah dalam narasi. Indah dalam presentasi. Tapi sayangnya, begitu menyentuh tanah, apotek PRB ini seringkali lebih mirip fatamorgana ketimbang fasilitas nyata.

Mari kita mulai dari data. Kabupaten Tangerang---sebuah lumbung penduduk dengan lebih dari 3 juta jiwa peserta BPJS. Angka ini menjadikannya peringkat ketiga nasional dalam hal jumlah peserta BPJS tingkat kabupaten/kota. Logika sederhana menyatakan bahwa dengan beban sebesar itu, maka sistem pelayanan rujuk balik (termasuk apotek PRB) di wilayah ini seharusnya sudah mumpuni. Tapi, kenyataan jarang segemerlap PowerPoint Kemenkes.

Jika Anda membuka portal APLICARES BPJS https://faskes.bpjs-kesehatan.go.id/aplicares/#/app/dashboard dan menelusuri wilayah Banten, khususnya Kabupaten Tangerang, Anda akan menemukan kejanggalan struktural: Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) tercantum sebagai "apotek PRB". Padahal, secara sistem, IFRS adalah bagian dari paket layanan rumah sakit berbasis INA-CBG---bukan entitas yang berdiri untuk melayani rujuk balik ke fasilitas tingkat pertama. Menempatkan IFRS sebagai apotek PRB itu ibarat menyuruh pusat distribusi grosir melayani pelanggan eceran: tidak efisien, tidak sesuai mandat, dan tentu saja---tidak akan benar-benar terjadi.

Apotek PRB seharusnya hadir di lini depan---dekat dengan pasien, praktis, dan responsif---bukan terselip di balik birokrasi rumah sakit yang serba prosedural. Ketika IFRS disulap menjadi "apotek PRB" hanya demi mencukupi daftar di sistem, maka yang kita lihat bukan solusi, melainkan ilusi.

Lebih dari itu, sebagian besar apotek PRB di Kab. Tangerang ternyata adalah jaringan waralaba raksasa yang, ya, secara legal formal memang apotek. Tapi pertanyaannya: seberapa dekat mereka dengan pasien PRB yang tersebar di kecamatan-kecamatan pinggiran? Jauh. Bahkan sangat jauh.

Antara Idealitas dan Kenyataan

Mari kita bicara sistem. Di atas kertas, pasien PRB (terutama dengan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan PPOK) seharusnya kembali ke FKTP (faskes tingkat pertama) setelah mendapatkan penanganan stabil di rumah sakit. FKTP ini bisa klinik, puskesmas, atau praktik mandiri dokter bahkan Apotek PRB. Di sinilah peran apotek PRB sangat vital---karena di titik inilah pasien harusnya menerima obat lanjutan.

Tapi in real life, rumah sakit enggan melepas pasiennya. Ya, enggan. Karena di balik harapan kesembuhan pasien, ada sistem rujukan yang memperhitungkan banyak hal: uang klaim dari obat PRB, retensi pasien, bahkan gengsi institusi.

Seolah-olah ada tangan tak terlihat yang berkata: "Biarkan pasien tetap di sini saja. Jangan biarkan mereka kembali." FKTP hanya menjadi pengumpan rujukan saja. Dan apotek PRB? Mereka berdiri seperti resepsionis yang terus ditunggu-tunggu tapi tidak kunjung dimintai layanan.

Apotek PRB: Ada, Tapi Tidak Nyata

Dari dokumen resmi Kemenkes dan data FGD terbaru, kita tahu betul bahwa transformasi pelayanan primer sedang digencarkan. Jejaring lintas sektor digagas. Sistem rujuk balik diperluas. Tapi tanpa keberanian untuk memaksa rumah sakit melepaskan pasien, semua hanya jadi proyek PowerPoint. Kalimat manis untuk forum-forum yang berdebu.

Kebijakan tanpa keberanian politik hanya akan menjadi mitos administrasi.

Apalagi kalau disuruh menghitung rasio---apotek PRB vs. peserta PRB---jawabannya mengejutkan. Di wilayah dengan lebih dari 3 juta peserta BPJS, hanya segelintir apotek yang betul-betul menjalankan peran PRB. Rasio ini bukan hanya timpang, tapi tragis. Tidak sebanding. Dan yang lebih menyedihkan: apakah ini dianggap sebagai masalah serius ?.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline