Lihat ke Halaman Asli

Abidin Ghozali

Direktur Ilmu Filsafat Islam Jamblang

Aristotelianisme

Diperbarui: 15 Februari 2018   00:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tradisi pemikiran bisa menjadi monumen intelektual, semacam "bangunan" peringatan bersejarah.

Tradisi filsafat dari periode Socrates (atau Klasik) Yunani kuno, yang mengambil inspirasi yang menentukan dari karya monumental abad ke-4 SM. filsuf Aristoteles.  

Aristoteliianisme memiliki para pengikiu, pengikutnya dikenal sebagai Sekolah Peripatetik. sebuah model pembelajaran dengan berkeliling atau jalan-jalan, setelah semua murid tercover  di Lyceum di Athena dimana mereka sering bertemu).

di antara anggota yang lebih menonjol (selain Aristoteles sendiri) adalah Theophrastus (322 - 288), 

Eudemus of Rhodes (c. 370 - 300 B.C.), Dicaearchus (c. 350 - 285 B.C.), Strato of Lampsacus (288 - 269 B.C.), Lyco of Troas (c. 269 - 225 B.C.), Aristo of Ceos (c. 225 - 190 B.C.), Critolaus (c. 190 - 155 B.C.), Diodorus of Tyre (c. 140 B.C.), Erymneus (c. 110 B.C.) and Alexander of Aphrodisias (c. 200 A.D.).

Aristoteles mampu menggabungkan karya filosofis awal Socrates dan Plato dengan cara yang lebih sederhana, 

dan merupakan yang pertama menciptakan sistem filsafat yang komprehensif,

meliputi Etika, Metafisika, Estetika, Logika, Epistemologi, Ilmu Politik dan Ilmu Pengetahuan.

Dia menolak Rasionalisme dan Idealisme yang didukung oleh Platonisme, dan menonjolkan sifat khas Aristoteles dari 

"phronesis" (kebijaksanaan praktis atau kehati-hatian). 

Landasan lain Aristotelianime adalah gagasan tentang teleologi (gagasan bahwa segala sesuatu dirancang untuk atau diarahkan hasil akhir atau tujuan pencapaian).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline