Lihat ke Halaman Asli

Abanggeutanyo

TERVERIFIKASI

“Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Dua Dekade Tidak Tegas, Sjamsul Nursalim pun Terbang Lepas

Diperbarui: 3 Agustus 2019   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sjamsul Nursalim. Ilustrasi dari Bisnis.com

Sebetulnya peristiwa seorang koruptor melarikan diri dan ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron sudah tidak asing lagi terdengar.

Pertama sekali kita dikejutkan oleh pelarian pembobol kasus Bank Bapindo sebesar US$ 565 juta. Eddy Tansil "melarikan diri" dari penjara Cipinang pada 4 Mei 1996. Hingga kini bos Golden Key itu benar-benar seperti memiliki kunci emas bagaimana tak tersentuh hingga kini, 23 tahun telah raib entah dimana.

Koruptor yang pernah lari ke luar negeri (pernah jadi buronan) dan masih jadi buronan sangat banyak, ada puluhan orang, antara lain adalah Honggo Hendratmo, Hendra Liem, Hendro Bambang, Setyawan Haryono dan Hendra Raharja ke Australia sampai meninggal di sana serta masih banyak lainnya termasuk si"burung nazar" Nazaruddin tapi akhirnya pulang ke kandangnya (tanah air).

Kini, koruptor lain Sjamsul Nursalim (SN) tak kalah lincin bak Eddy Tansil. Beberapa kali "lolos" dari berbagai upaya penahanan, kini benar-benar dinyatakan buron. 

Kasus buronnya SN sangat unik, seunik kisah 2 dekadenya melanglang buana dalam kondisi sebagai tersangka, tersangka dan tersangka seakan tak tersentuh. Meskipun pernah berusaha ditahan kerjaksaan Agung pada masa Marzuki Darusman pada 17 April 2001, tapi sehari saja, besoknya dibebaskan dengan alasan sakit, mau berobat ke Jepang.

Berbagai upaya lain telah ditempuh oleh penegak hukum dengan menahan salah satu pemegang kunci kasus terbitnya  Surat Keterangan Lunas (SKL) kasus BLBI untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yaitu Syafruddin Arsyad Temenggung. Dia adalah mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional periode 2002-2004(yang  dibentuk pemerintah pada 1998) ini mempunyai tugas pokok menyehatkan Bank Nasional dan mengembalikan asset dan uang negara yang tidak tersalur dengan benar pada perbankan nasional. 

Salah satu bank yang dianggap tidak sehat pada 1998 adalah Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Nur Salim. BDNI terjerat kasus kredit macet pada mega proyek 11.000 petani tambak udang yang menjadi plasma dua perusahaan inti (PT Dipasena Citra Darmaja dan PT. Wahyuni Mandira). Kedua perusahaan ini menjadi penjamin kredit petani tambak menjadi mitra BDNI secara langsung.

Pada September hingga Desember 1997 BDNI bersama 47 Bank lainnya (total 48 Bank) dinyatakan sebagai penerima dana bantuan Bank Indonesia. Jumlah akan disalurkan mencapai Rp 147,7 triliun. BDNI disebut-sebut akan menerima 10 triliun rupiah. Pada saat itu belum terjadi krisis ekonomi dan moneter. 

Awal 1998 puncak krisis moneter terjadi. Awalnya total kredit yang disalurkan BDNI spada petani tambak sebesar 1,5 triliun (kurs masih Rp2.300 per USD). Namun tidak lama kemudian terjadi krisis, kurs rupiah anjlok sehingga total utang menjadi Rp 4,3 triliun.

BPPN pun hadir menyelamatkan BDNI dan bank lainnya. BDNI masuk katagori bank take over (BTO) pada April 1998. Kemudian pada Agustus  1998 statusnya menjadi Bank Beku Operasi (BBO).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline