Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dua Dekade Tidak Tegas, Sjamsul Nursalim pun Terbang Lepas

3 Agustus 2019   12:32 Diperbarui: 3 Agustus 2019   13:06 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sjamsul Nursalim. Ilustrasi dari Bisnis.com

Berdasarkan perjanjian yang ditandatangani pada Januari 1999 oleh SN, Bambang Subianto (Menkeu) dan Farid Harianto (kepala BPPN saat itu) dalam sebuah istilah yang disebut Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA) berisi tentang jumlah kewajiban yang harus diselesaikan SN sebesar 28,4 triliun rupiah (termasuk bantuan BLBI yang telah diterima BDNI setahun sebelumnya).

Isi perjanjian lain tak kalah menarik dari MSAA itu adalah adanya jaminan pemerintah (kemenkeu) bahwa pemerintah berjanji tidak akan mengajukan tuntuan hukum apapun kepada SN dan BDNI terkait BLBI dan kasus pemberian over kredit pada kasus lainnya. Pemerintah tidak akan menuntut ke pengadilan atas pelanggaran pidana dalam pengelolaan BDNI. Hebat bukan?

Dalam kondisi BDNI semakin tidak jelas pada akhirnya Glenn Yusuf ketua BPPN pada masa itu 25 Mei 1999 menerbitkan surat keterangan menyatakan upaya BDNI telah sesuai pemenuhan yang tertuang dalam perjanjian MSAA maka BDNI, SN, Komisaris dan Direktur BDNI dibebaskan dari kewajiban BLBI. Hebat juga bukan?

Sementara itu pemerintah (Menkeu) menyatakan semua kewajiban BDNI dengan MSAA sudah terpenuhi sehingga kasusnya sudah tertutup.

Enam bulan kemudian, 11 Nopember 1999 Glenn Yusuf seperti terperanjat menyatakan bahwa SN masih memiliki utang sebesar Rp 4,8 triliun karena pada saat MSAA disetujui SN membuat misintepretasi pada hutang petani tambak yang dikatakan utang lancar ternyata utang macet.

Sehari kemudian SN bereaksi mengatakan tidak pernah menjamin utang petani tambak dan tidak pernah menyebut utang lancar namun gugatan BPPN itu menjadi titik balik KPK bereaksi terhadap SN hingga saat ini.

Dimana kedudukan Syafurddin dalam hal ini?

Saat menjabat ketua BPPN periode 2002-2004 Syafruddin menerbitkan surat penghapusan piutang BDNI pada petani tambak. Selain itu Syafruddin juga menerbitkan surat pemenuhan kewajiban oleh komisaris BDNI, dengan kata lain menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL). (Oleh karena terkait dengan kasus BLBI sebelumnya maka disebut SKL BLBI).

Aksi heroik Syafruddin inilah yang memantik pengusutan terhadap dirinya oleh KPK hingga dijebloskan ke penjara pada September 2018 karena dianggap telah "memperkaya SN" dengan keputusannya yang dianggap kontroversial.

Syafruddin beruntung, baru saja mendekam sekitar 18 bulan kuruangan MA mencabut dakwaan dan membebaskan Syafruddin dari seluruh tuntutan termasuk dendanya. Syfaruddin telah menghirup udara bebas pada 9 Juli 2019. Hakim MA membatalkan putusan pengadilan tingkat banding yang memvonis Syafruddin 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Belum habis masa kaget warga, KPK mengumumkan SN sebagai buronan beberapa jam lalu saat tulisan ini sedang disiapkan. Istilah "buron" identik dengan sasaran telah melarikan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun