Lihat ke Halaman Asli

Dayu Tirta

Mahasiswa

Mencuri Untuk Kaya, Menuai Derita : Korupsi dan Karma dalam Keyakinan Hindu

Diperbarui: 30 Juni 2025   08:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Korupsi dan Hukum Karma Phala dalam Ajaran Hindu

Korupsi telah menjadi salah satu masalah moral dan sosial paling mendesak di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dampaknya sangat luas, mulai dari menurunnya kualitas pelayanan publik, ketimpangan ekonomi, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, hingga kemerosotan integritas pribadi. Dalam konteks ajaran Hindu, korupsi tidak hanya dipandang sebagai pelanggaran hukum negara, tetapi juga sebagai tindakan adharma yang secara langsung bertentangan dengan nilai-nilai spiritual dan hukum universal, yakni Karma Phala.

Makna Korupsi dalam Perspektif Hindu

Korupsi merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, biasanya dalam bentuk suap, penggelapan, nepotisme, atau kolusi. Dalam ajaran Hindu, korupsi dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai moral dasar seperti Satya (kejujuran), Asteya (tidak mencuri), Ahimsa (tidak menyakiti), dan Dharma (tugas dan kewajiban suci). Setiap individu dalam masyarakat, khususnya mereka yang berada dalam posisi publik atau kekuasaan, memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keadilan dan kebenaran.

Ketika seseorang melakukan korupsi, ia bukan hanya mencuri secara materiil, tetapi juga mencederai kepercayaan, menciptakan penderitaan, dan mengganggu tatanan sosial yang seharusnya berjalan harmonis. Ini berarti tindakan korupsi juga merupakan bentuk kekerasan tidak langsung terhadap masyarakat luas, sebab korupsi merampas hak-hak dasar orang lain, seperti akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan keadilan. Dalam kerangka ini, korupsi merusak nilai Rta, yaitu keteraturan kosmis yang menjadi dasar harmonisnya kehidupan.

Dharma dan Adharma dalam Tindakan Korupsi

Dalam Hindu, kehidupan diatur oleh prinsip Dharma, yang mengacu pada kewajiban moral, etika, dan kebenaran. Dharma bersifat kontekstual, tergantung pada usia, profesi, status sosial, dan waktu, tetapi selalu mengacu pada nilai-nilai kebaikan dan tanggung jawab. Ketika seseorang memilih untuk melakukan korupsi, ia dengan sadar melanggar Dharma dan memasuki jalan Adharma, yakni kekacauan, ketidakbenaran, dan penyimpangan dari tatanan kosmis.

Sebagai contoh, seorang kepala desa yang menyalahgunakan dana desa untuk kepentingan pribadi jelas telah mengingkari tugasnya sebagai pelayan masyarakat. Ia bukan hanya menyimpang dari kewajiban administratif, tetapi juga merusak kepercayaan publik dan menciptakan ketidakadilan. Dalam konteks ini, ia tidak hanya melanggar hukum negara, tetapi juga melanggar hukum Dharma yang bersumber dari kitab suci seperti Manava Dharmasastra dan Bhagavad Gita.

Ajaran Swadharma, yaitu menjalankan kewajiban pribadi sesuai dengan posisi dan tanggung jawab, juga dilanggar. Korupsi menunjukkan ketidaksesuaian antara peran sosial dan perilaku nyata yang merusak keharmonisan masyarakat.

Karma Phala: Hukum Sebab Akibat yang Pasti

Ajaran Hindu mengenal hukum Karma yang berarti tindakan, dan Phala yang berarti buah atau hasil. Karma Phala adalah prinsip sebab-akibat yang menegaskan bahwa setiap tindakan akan menghasilkan akibat yang setimpal. Hukum ini bersifat absolut dan tidak bisa dielakkan, meskipun pelanggaran tersebut tidak terlihat atau tidak diketahui orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline