Jumlah pengungsi dari negara Palestina per tahun 2021 mencapai sekitar 9,17 juta jiwa, terdiri dari sekitar 8,36 juta pengungsi eksternal dan 812.000 pengungsi internal (Institute for Middle East Understanding, 2024). Tingginya angka ini disebabkan oleh konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel, yang bermula pada tahun 1917 ketika gerakan Zionis mendorong migrasi Yahudi ke Palestina untuk membangun "rumah nasional", dengan memanfaatkan kekerasan yang kemudian memicu perlawanan dari pihak Palestina.
Konflik tersebut telah menimbulkan berbagai bentuk kerentanan bagi pengungsi Palestina. Warga sipil menjadi pihak yang paling dirugikan akibat keterbatasan akses terhadap layanan dasar yang dilakukan oleh otoritas Israel. Banyak pengungsi masih tinggal di kamp pengungsian dengan infrastruktur yang sangat terbatas. Selain itu, mereka menghadapi diskriminasi, termasuk dalam aspek hukum, yang menyebabkan kesulitan dalam memperoleh pekerjaan maupun layanan sosial.
Di bidang kesehatan, penduduk Palestina mengalami stagnasi dalam penurunan angka kematian bayi sejak tahun 2006 (Kitamura et al., 2019), yang berarti angka kematian bayi tidak mengalami perbaikan signifikan. Penyakit seperti diabetes, hipertensi, hingga gangguan mental akibat trauma perang juga terus meningkat. Blokade yang dilakukan oleh Israel turut menghambat akses pendidikan bagi para pengungsi, termasuk pembatasan bahan ajar dan infrastruktur. Kondisi ini menandakan tidak terpenuhinya human security, mencakup aspek keamanan ekonomi, kesehatan, lingkungan, pribadi, hingga komunitas yang mengalami pembatasan bahkan kekerasan struktural.
Respon internasional dibutuhkan untuk menjamin pemenuhan human security yang merupakan hak setiap individu. Salah satu aktor penting dalam hal ini adalah United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). Dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1949, UNRWA memiliki mandat untuk memberikan bantuan dan layanan dasar bagi pengungsi Palestina yang terdampak konflik (Fiddian, 2019).
UNRWA menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi, tempat tinggal, serta kebutuhan dasar lainnya. Dalam bidang kesehatan, UNRWA telah mendirikan sekitar 150 pusat layanan yang menangani hampir sembilan juta pasien setiap tahun. Layanannya mencakup perawatan primer, imunisasi, konseling, serta penerapan sistem e-Health untuk rekam medis elektronik yang meningkatkan efisiensi pelayanan.
Di bidang pendidikan, UNRWA mengoperasikan sekitar 700 sekolah dengan kurikulum menyeluruh. Program ini juga mencakup pelatihan keterampilan kejuruan dan beasiswa pendidikan tinggi bagi warga Palestina. Selain itu, UNRWA mendistribusikan bantuan sosial dan ekonomi dalam bentuk makanan serta dana tunai. Program kredit mikro juga dikembangkan untuk mendorong kemandirian ekonomi melalui usaha kecil.
Untuk menunjang keamanan tempat tinggal, UNRWA berupaya memperbaiki infrastruktur kamp pengungsian seperti penyediaan air bersih, listrik, dan sanitasi. Sekolah dan klinik yang hancur akibat konflik juga direnovasi, meskipun prosesnya lambat karena akses masuk yang terbatas.
Berbagai upaya UNRWA mendapat dukungan luas dari negara-negara anggota PBB, termasuk pemerintah regional dan Uni Eropa. Badan-badan PBB lainnya juga menyumbangkan keahlian dan sumber daya dalam mendukung proyek-proyek bantuan. Pada tahun 2023, UNRWA memperoleh dana sekitar 50,8 juta dolar AS dari anggaran PBB dan kontribusi mitra lainnya (UNRWA, n.d.).
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, UNRWA menghadapi krisis pendanaan yang cukup serius (Berg et al., 2022). Konflik yang tak kunjung usai menyebabkan sejumlah negara donor mengalihkan bantuan mereka ke wilayah lain yang juga mengalami krisis kemanusiaan. Ketergantungan UNRWA pada dana bantuan jangka pendek juga membuatnya kesulitan menetapkan strategi jangka panjang. Beberapa negara bahkan memotong atau menghentikan pendanaan karena adanya dugaan keterlibatan staf UNRWA dalam aktivitas kelompok bersenjata.
Meski demikian, program-program yang telah dijalankan UNRWA merupakan bagian penting dari upaya pemenuhan human security bagi para pengungsi Palestina. Namun, krisis pendanaan yang terjadi mengancam keberlangsungan layanan-layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Jika krisis ini tidak segera diatasi, kesejahteraan dan keamanan para pengungsi Palestina akan terus menurun, dan pemenuhan human security kembali berada dalam kondisi genting.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI