Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Film PKI, Perlukah Diputar Kembali?

22 September 2017   08:24 Diperbarui: 22 September 2017   08:52 3257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: nasional.republika.co.id

Betul apa yang  dikatakan sejarawan John Roosa dalam salah satu karya suntingannya seperti dikutip oleh Imelda Bactiar, bahwa di Indonesia tahun 1965 adalah tahun yang tak pernah berakhir. Artinya tahun itu akan dibicarakan terus menurus oleh masyarakat Indonesia. Setiap bulan September pembicaraan soal penumpasan pengkhianatan PKI pada tahun 1965 itu mengemuka dan menggema di permukaan.

Tahun ini disamping ada indikasi politisasi isu PKI untuk tujuan politik tertentu, pembicaraan publik diramaikan dengan wacana pememutaran kembali film G30S/PKI. Pro kontra pun bermunculan. Pasalnya,  Film produksi Perum Produksi Film Negara (PPFN) tahun 1984 itu telah dihentikan penayangannya sejak era reformasi. Sebelumnya, film yang disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer tersebut menjadi tontonan wajib rakyat Indonesia setiap tangga 30 September. Film yang diproduksi selama dua tahun dengan anggaran sebesar Rp 800 juta kala itu diputar  oleh TVRI selama 13 tahun lebih di era orde baru. Sejak 1984 film tersebut menjadi film nasional yang paling banyak ditonton. Tidak hanya, TVRI bioskop-bioskop pun memutarnya.

Memasuki era reformasi pemutaran film G30S/PKI dihentikan. Dalam catatan majalah Tempo, ada tiga tokoh sentral yang berperan dalam penghentian  tersebut. Mereka adalah almarhum Marsekal Udara Saleh Basarah, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah, dan Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono. Menteri Juwono Sudarsono saat itu mengatakan, ia pernah ditelepon Marsekal Udara Saleh Basarah, Kepala Staf Angkatan Udara KSAU (1973-1977) sekitar bulan Juni-Juli 1998.

Menurut pengakuan Juwono, Marsekal Udara Saleh Basarah merasa keberatan terhadap pemutaran film G30S/PKI karena  mengulang-ulang keterlibatan perwira AURI pada peristiwa itu 30 September 1965. Sebagai Mendikbud, Juwono pun memerintahkan para ahli sejarah untuk mengkaji ulang sejarah seputar 30 September yang diceritakan film garapan Arifin C Noor tersebut. Para ahli sejarah juga diminta menyusun ulang kurikulum sejarah untuk siswa SLTP dan SLTA.

Langkah Mendikbud memperoleh dukungan dari Menteri Penerangan saat itu yaitu Letjend (Purn.) TNI Yunus Yosfiah. Menurut Yosfiah  film seperti Pengkhianatan G30S/PKI, Janur Kuning dan Serangan Fajar tidak sesuai lagi dengan dinamika Reformasi. Film-film itu bernuansa pengkultusan tokoh. Maka sejak 30 September 1998 film di atas tak diputar secara masif lagi baik di TVRI maupun TV nasional lainnya, juga di gedung bioskop.

Terkait wacana yang berkembang sekarang, Mendagri Tjahjo Kumolo menegaskan tidak mempermasalahkan jika film "Penumpasan Pengkhianatan G30S/ PKI" ditayangkan kembali. Bukankah tidak ada aturan yang melarangnya? pemutaran film tersebut dapat dilakukan agar masyarakat dan generasi muda mengenal sejarah, bahwa dahulu ada upaya kudeta.

Senada dengan Mendagri, Panglima TNI Jendral Gatot Nurmayanto telah memerintahkan jajaranya guna menonton film G30S/PKI tersebut. Alasanya, ingin mengajak bangsa Indonesia untuk tidak melupakan sejarah kelam dan mencegah terulang kembali kekelaman yang pernah terjadi dalam perjalanan bangsa ini. Menurut pengakuan sang jenderal, perintahnya tersebut sesuai dengan gagasan Presiden Jokowi. Presiden menginginkan agar film ini menjadi film yang bisa dinikmati dalam kondisi remaja sekarang, yang memberikan pelajaran sejarah. Hanya, menurut Presiden film itu kudu disesuaikan dengan perkembangan zaman tapi tetap mengacuh pada sejarah yang ada.

Tidak perlu masif

Menurut hemat saya, keberadaan film G30S/PKI tak perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Film itu merupakan salah satu upaya senias perfilman guna menggambarkan apa yang terjadi dibalik sejarah bangsa ini. Tentu, film tersebut tak sempurna. Ada sisi yang bisa jadi tak sesuai atau bertentangan dengan sejarah yang sebenarnya. Itu wajib dijadikan kajian oleh para ahli sejarah. Dan ke depan, bisa diproduksi film semisal yang lebih akurat nilai sejarahnya.

Hanya pemutaran secara massif saya kira tidak tepat. Apalagi jika ada intruksi dari pemerintah seperti yang terjadi di era orde baru. Hal itu seakan menggiring opini atau mendoktrin masyarakat luas. Pemerintah sekarang sepatunya tidak melakukannya. Cara-cara seperti itu tak cocok lagi di era reformasi dan demokrasi.  Terlebih jika dalam konten fim tersebut akurasi nilai sejarahnya masih disangsikan.  Bagi saya, andai film tentang G30S/PKI dibuat ulang sesuai era kekinian setelah kajian ulang sejarahnya tetap saja tak perlu menayangkannya secara masif.

Kemudian pemutaran film pun sepatutnya membatasi usia. Seperti yang diungkapkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), film Pengkhianatan G30S/ PKI tidak layak dipertontonkan kepada anak-anak. Menurut Retno Listyarti, salah satu komisioner KPAI dalam film tersebut  memuat adegan-adegan sadis dan penuh kekerasan. Salah satunya saat para perwira militer diculik dari rumahnya. Mulai ditembaknya Jenderal Ahmad Yani oleh pasukan Tjakrabirawa hingga darah yang menetes dari tubuh Ade Irma Nasution, termasuk adegan saat anggota Gerwani menyilet salah satu wajah korban. Retno mengatakan, adegan kekerasan baik fisik maupun verbal, apalagi adegan pembunuhan, akan menimbulkan trauma buruk pada anak-anak. Selain itu, dalam film tersebut banyak diksi yang juga mengandung kekerasan. Seperti ungkapan "darahmu halal jenderal', dan diksi lain yang kemungkinan besar tidak dipahami oleh anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun