Mohon tunggu...
Amirrudin Jafar
Amirrudin Jafar Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kami Merah Putih, Bukan Hitam Putih HTI

29 Oktober 2018   23:22 Diperbarui: 29 Oktober 2018   23:50 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: inovasee.com)

Polemik pembakaran bendera HTI oleh Banser di Garut hingga saat ini masih terus bergulir dan semakin meluas. Peristiwa diawali ketika Banser NU merampas dan membakar bendera organisasi terlarang tersebut pada perayaan Hari Santri Nasional (HSN) 2018 di Garut, Jawa Barat. Padahal sebelumnya telah ada kesepakatan bahwa hanya bendera Merah Putih yang dapat dikibarkan dalam perayaan tersebut.

Peristiwa ini mendapatkan berbagai respon masyarakat terkait pro dan kontra pembakaran bendera tersebut. Dalam klarifikasinya, GP Anshor mengatakan bahwa bendera tersebut boleh dibakar karena menjadi simbol dari ormas yang dilarang pemerintah. Namun dari kelompok eks-HTI menyangkal bahwa mereka memiliki simbol atau logo tertentu. Hal ini akhirnya menyebabkan berbagai pandangan dan argumen yang saling dilontarkan secara bebas oleh seluruh masyarakat Indonesia.

PBNU menilai Isu pembakaran bendera HTI yang dikemas dengan pembakaran lafal Tauhid merupakan upaya provokasi HTI dengan memanfaatkan peringatan HSN. Isu tersebut bertujuan untuk menghilangkan makna peringatan HSN sebagai sebuah entry point kebangkitan politik kaum Santri dan diplintir untuk menyudutkan kaum santri. 

Hal ini sesuai dengan temuan investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) PBNU, yang menunjukkan bahwa aksi pengibaran dan pemasangan bendera HTI terjadi di berbagai lokasi yang merata hamper di seluruh wilayah Jawa Barat, seperti Sumedang, Kuningan, Ciamis, Banjar, Bandung, Tasikmalaya, dan lain-lain.

Meskipun PBNU telah membeberkan fakta-fakta tersebut, namun sekelompok orang yang tidak terima atas pembakaran bendera HTI tersebut dan bergagas untuk melakukan Aksi Bela Tauhid dengan dalih pembelaan bendera tauhid. Aksi Bela Tauhid tersebut sebenarnya sangat disayangkan oleh sebagian pihak, di tengah berbagai upaya untuk meredam perpecahan antar umat Islam terdapat pihak yang ingin memanas-manasi.

Namun, kenyataan berbicara lain. Fakta bahwa ada dorongan politis dalam Aksi Bela Tauhid itu tak bisa disangkal. Beberapa bukti menunjukkan bahwa aksi ini condong ke arah kepentingan politik, dibandingkan membela agama.

Hal itu bisa ditelusuri dari beberapa bukti, pertama, inisiator Aksi Bela Tauhid ini rata-rata adalah pendukung Capres-Cawapres tertentu.

Kedua, adanya seruan ganti presiden dari orator aksi. Isu yang dibangun para inisiator Aksi Bela Tauhid pun terlihat menyalahkan pemerintah yang terkesan diam atas insiden pembakaran bendera tersebut. Mereka juga menyebut bahwa pemerintahan Jokowi ini pro-pembakar bendera, sehingga sama saja bahwa rezim Jokowi ini adalah musuh agama Islam dan menjadi musuh umat Islam. Ya, seperti itulah isu yang hendak dibangun.

Antara pembakaran bendera HTI, panasnya linimasa warganet, dan Aksi Bela Tauhid adalah rangkaian yang tak terpisah. Ketiganya diduga kuat bermotif politis, bukan bela agama sebagaimana yang telah digaungkan selama ini. Meskipun telah dibubarkan oleh pemerintah, namun pergerakan-pergerakan anggora HTI telah berhasil menjebak Banser dan mengadu domba umat Islam di Indonesia.

Keberhasilan HTI dalam mengusik Indonesia tercermin dalam peristiwa pengibaran bendera HTI di Poso. Massa Aksi Bela Tauhid menurunkan bendera Merah Putih yang berkibar di halaman DPRD Kab. Poso dan menggantinya dengan bendera HTI. Tidak hanya di halaman DPRD, massa juga mengibarkan bendera HTI di Lapangan Sintuwu Maroso.

Entah butuh berapa banyak bendera Merah Putih yang diturunkan sebelum masyarakat sadar bahwa HTI masih ada dan terus berupaya untuk memecah belah umat Islam. Mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, sehingga peran sebuah agama akan sangat berpengaruh terhadap dunia perpolitikan. Umat muslim perlu memilah dan memilih kembali tentang peristiwa yang terjadi. Jangan langsung memberikan tanggapan dan menyimpulkan sesuatu dengan berat sebelah tanpa adanya tabayyun, atau bahkan hanya memandangnya dari satu sisi saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun