Mohon tunggu...
Amir Mahmud Hatami
Amir Mahmud Hatami Mohon Tunggu... Lainnya - Aku Berpikir, Maka Aku Kepikiran

Menemukan sebelah sepatu kaca di jalanan. Siapa tahu, salah satu dari kalian kehilangan!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Analisis Wacana Ala Sara Mills

6 Januari 2021   22:35 Diperbarui: 24 Januari 2021   07:21 6786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diunggah dari centerforinterculturaldialogue.org

Terdapat dua cara pandang mengenai bagaimana khalayak menafsirkan teks. Pandangan pertama menganggap media sebagai pihak yang otonom dan aktif. Jadi, apa yang dibayangkan oleh khalayak ditentukan oleh informasi tunggal dari media. Khalayak yang termasuk dalam kelompok pasif ini akan mempunyai persepsi yang sama dengan media ketika mereka membaca berita dari media tersebut. Kedua, memandang khalayak aktif dan dinamis karena khalayak tidak hanya aktif memilih media tetapi memaknai isi dan penafsiran suatu berita.

Sara Mills merupakan seorang Profesor Linguistik di Universitas Sheffield Hallam, Inggris. Sebagai feminis, ia pantas gusar melihat wacana yang banyak menampilkan perempuan pada posisi marjinal dalam sebuah teks. Artinya setiap subjek yang ditampilkan dalam teks ada salah-satu pihak yang dapat menceritakan tentang objek—perlakukan ketidakadilan terhadap objek yaitu, tidak lain adalah menjadikan perempuan sebagai objek yang diceritakan dari sudut pandang subjek. Inilah yang menjadi fokus utama Mills dalam modelnya untuk menyajikan kepada pembaca kosakata untuk diuraikan apa yang terjadi dalam teks dan apa yang terjadi pada pembaca sendiri ketika mereka membaca.        

Mills banyak menolak pandangan para ahli yang hanya memperhatikan dan mempelajari konteks penulis semata, sementara posisi pembaca cenderung diabaikan. Mereka menganggap bahwa penulis memproduksi teks secara mandiri tanpa ada campur tangan dari pembaca, dalam posisi ini pembaca hanya ditempatkan sebagai konsumen yang tidak mempengaruhi pembuatan suatu teks. Ia terilhami oleh Halliday tentang linguistik sistemik yang berkaitan dengan hubungan antara bahasa dan kekuatan sosial; Kekuatan sosial menentukan bahasa dan bahasa pada gilirannya berdampak pada masyarakat, dalam arti dapat menegaskan kembali status quo atau menantangnya.(Mills, 2005 : 10)

Sara Mills dalam modelnya (analisis wacana) memfokuskan pada wacana feminisme dimana melihat perempuan ditampilkan dalam teks, novel, gambar, foto, film ataupun berita,(Eriyanto, 2017 :199).  Mills tidak menggunakan sudut pandang linguistik saja, ia sejalan dengan gagasan Hodge dan Kress bahwa tidak cukup hanya menganalisis bahasa; mereka menyatakan bahwa ‘makna berada begitu kuat dan meresap dalam sistem makna lain [selain verbal bahasa] dalam beragam kode visual, aural, perilaku dan lainnya, yang berkonsentrasi pada kata-kata saja tidak cukup...tidak ada kode tunggal yang dapat berhasil dipelajari atau dipahami sepenuhnya (Mills, 2005: 10).

Sir Isaac Newton pernah berkata, "Jika aku mampu melihat lebih jauh dari orang lain, itu karena aku berdiri di atas bahu para raksasa". 

Luis Althusser merupakan seorang Marxis asal Perancis yang mempengaruhi analisa wacana Sara Mills dalam membongkar wacana patriarki dalam media massa. Althusser merupakan seorang Marxis yang memomidifikasi pemikiran Marx dengan membuatnya ramah dengan kedua ilmu; sosiologi dan psikologi. Ia melihat bahwa manusia dipengruhi oleh kelompok manusia (struktur) yang lain dan melihat dengan jeli faktor ketidaksadaran dalam diri tiap-tiap individu yang telah terpengaruh tersebut. Analisa mikronya terilhami dari Psikoanalisis Freud tentang pernyataannya bahwa ”ketaksadaran itu abadi”, ia mengadopsi ungkapan tersebut dengan menulis bahwa “ideologi itu abadi”, persis seperti ketaksadaran. (Althusser, 2008: 38). 

Tidak satupun manusia bebas dalam jerat ideologi, atau mengaku nature, seperti halnya Marx & Freud, karena ideologi sudah ditanamkan sejak masa kanak-kanak oleh institusi keluarga sebagai tempat sosialisasi primer, yang selanjutnya si anak tersebut akan disempurnakan oleh institusi pendidikan untuk mematuhi aturan, norma dan sanksi yang sudah ditentukan agar sesuai dengan kepentingan negara. Intitusi seperti keluarga, agama, hukum, pendidikan dsb tersebut merupakan pelayan dari sebuah struktur yaitu negara yang bersifat represif.

Dalam teori ideologi Althusser, terdapat dua faktor yang saling mempengaruhi dalam melanggengkan suatu bentuk ideologi dominan yaitu; interpelasi dan kesadaran. Menurutnya ideologi bertindak atau berfungsi dengan suatu cara yang “merekrut” subjek-subjek diantara individu-individu, atau “mengubah” individu-individu menjadi subjek-subjek melalui operasi yang sangat presisi yang disebut interpelasi. Selanjutnya subjek akan menyadari bahwa dirinya seorang subjek dalam masyarakat yang telah melalui proses “pengenalan”, seperi apa yang dikatan oleh Althusser: (Althusser, 2008; 48-51)

“Kategori subjek hanya bersifat konstitutif dari semua ideologi sepanjang semua ideologi memiliki fungsi (yang mendefinisikannya) ‘mengkonstitusi’ individu-individu konkret sebagai subjek.”     

Sara Mills membangun teori tentang posisi pembaca dengan mendasarkan dari teori ideologi Althusser yaitu; interpelasi (pembentukan subjek) dan kesadaran (penerimaan). Akan tetapi ia menyebut bahwa model tersebut terlalu simplifistik, karena menurutnya penyapaan/ penyebutan itu umumnya bukan langsung (direct address) tetapi melalui penyapaan/ penyebutan tidak langsung (indirect address). Terdapat dua cara dalam melihat penyapaan tidak langsung bekerja yaitu, mediasi dan kode budaya—mengamini Roland Barthes (mengacu pada kode atau nilai yang dipakai oleh pembaca ketika menafsirkan suatu teks) (Eriyanto, 2017: 207-208).

Untuk menganalisis sebuah teks, video, maupun audio yang terdapat di media massa. Sara Mills menempatkan representasi sebagai bagian terpenting, untuk melihat bagaimana posisi-posisi dalam teks satu pihak, kelompok, orang, gagasan, atau peristiwa yang ditampilkan dengan cara tertentu yang akan mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh khalayak.

Posisi subjek yang memiliki kekuasaan dan wewenang dalam menampilkan dirinya dalam bentuk leluasa menceritakan dirinya dan sebagai pencerita yang menampilkan orang lain dalam teks sesuai sudut pandangnya secara pribadi. Posisi objek adalah posisi yang ditampilkan keberadaannya oleh orang lain jadi tidak memiliki kesempatan dalam menampilkan dirinya sendiri karena hanya sebagai representasi semata. (Eriyanto, 2017: 200-203) Struktur teks seperti ini dengan keterlibatan aktor sosial akan mampu dimakanai oleh khalayak seperti apa tasirannya atas teks.

Mills mengambil modelnya dari para ahli bahasa kritis seperti; Hodge dan Kress yang telah menunjukkan bahwa makna tidak demikian hanya tinggal dalam teks tetapi merupakan hasil dari proses negosiasi dan serangkaian hubungan antara sosial sistem di mana teks diproduksi dan dikonsumsi, penulis dan pembaca.(Mills, 2005: 8)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun