Mohon tunggu...
Tenggang2 Lopi
Tenggang2 Lopi Mohon Tunggu... Buruh - perahu keseimbangan

lahir di desa Samaran. mungkin salah satu tanda bahwa harus berjalan dalam samar, atau samar jika sedang berjalan. entahlah. . . .

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukan Hanya Laki-laki, tapi Juga Manusia dan Hamba Tuhan

2 Mei 2021   04:44 Diperbarui: 2 Mei 2021   04:58 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jiwa itu ruang transisi antara ruh dan jasad. Jiwa yang menyambungkan jasad supaya bisa bergerak atas kinerja ruh. Jasad tak bisa bergerak lagi jika ruh sudah tidak berada di dalamnya, atau jika jaasad tidak lagi berada pada control ruh. Jiwa itu indicator pengukur rasa kualitas pencapaian kita sebagai maunusia.

Jika jiwa kita merasa kesepian, maka jasad dan kesadaran kita sedang mencari tempat bersandar dan hati butuh sandaran hati. Tetapi jika pikiran lamat-lamat menemukan sandaran itu dan terbukti malah membuat diri kita pusing sendiri, jangan-jangan yang kita temukan dalam pikiran itu bukan yang sebenarnya jiwa cari.

Sebab diri ini menurut Simbah adalah keutuhan. Jiwa akan merasa sempit dan sumpek jika yang kita pikirkan dan tempuh hanya berkadar dan sekadar jasad saja, pencapaiannya hanya di dunia. Maka ruh akan menagih melalui jiwa untuk keluar dari penjara pikiran yang kita ciptakan sendiri.

Bahasa gampangnya itu misalnya kita ini 'kan bukan hanya sebatas gender, atau lelaki. Kita ini manusia. Maka ruang gerak, pikiran dan pencapaian kita tidak hanya kita batasi soal gender biasa.

Misalnya kalau kita jomblo yang paling kita pikirkan untuk segera kita tempuh adalah mencari pasangan. Maka kita akan dibuat pusing dan sumpek sendiri oleh sejengkal jarak pencapaian kita---hanya mencari pasangan hidup.

Lain soal jika mencoba meluas pikiran dan jarak tempuh kita dengan melangkah pada kesadaran manusia. Jadi manusia itu lebih utuh dari sekedar laki-laki maupun perempuan. Pada kesadaran diri sebagai manusia, kita tidak terbatas mengekspresikan gender lelaki untuk menarik perhatian perempuan. Pada kesadaran manusia kita bisa bersifat laki-laki dan pada saat tertentu bersifat perempuan pada proporsi yang pas, yang memang kita butuhkan untuk menjalin kebersamaan dan saling membantu untuk bertukar manfaat.

Misalnya jika kita laki-laki melihat orang lain berteriak kecopetan tidak lantas memandang gendernya dulu apakah yang kecopetan itu laki-laki atau perempuan, lantas kita bantu orang itu untuk mengejar pencopetnya. Dalam kesadaran manusia, ketika mendengar dan melihat orang yang membutuhkan, langsung kita bantu semampu kita, tidak memandang gender sebagai bahan pertimbangan untuk membantu atau tidak. Sebab hati manusia bersifat ruang yang lebih luas dari hanya sekedar laki-laki dan perempuan.

Setelah kita sudah beres berkesadaran manusia, Islam mengajarkan bahwa kita sebenarnya bukan hanya manusia tetapi hamba Tuhan. Kita tidak hanya hidup sendiri sebagai manusia berdampingan dengan manusia lain, melainkan ada Pemiliknya. Pemilik yang menciptakan kita adalah Allah. maka bukan suatu tawaran melainkan kewajiban kita untuk menjadi hamba Allah setelah lulus menjadi manusia.

Menjadi hamba itu bukan hanya sekedar mengatakan bahwa dirinya bertuhan, melainkan menerjemahkan kesaksiannya di dalam kehidupan. Dalam keadaan eling dan waspada terus menerus kita selalu berusaha menyaksikan peran, campur tangan, kehendak dan takdir Allah di dalam setiap jengkal kehidupan, hembusan nafas dan aliran darah kita. sehingga tidak ada jalan lain selain kesadaran dan bersaksi bahwa Allah selalu kita alami dan rasakan Lebih Besar dari sebelumnya. Sebab pengalaman kita menyaksikan peran Allah itu yang membuat kita menyadari itu semua.

Maka kalau kau merasa sendirian, apalagi sumpek dan gelisah karena memikirkan sesuatu hal, jangan-jangan memang yang kita pikirkan salah proporsi, salah menaruh harapan, kegeden rumongso, jadi output-nya juga salah bagi Kesehatan hidup kita. maka menjalani kehidupan ini lebih baik sak madya saja, sambil terus memperbaiki prasangka, kesadaran dan kesaksian kita terhadap Allah.

Surabaya, 2 Mei 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun