Mohon tunggu...
Ellys Utami Purwandari
Ellys Utami Purwandari Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Pecinta travelling, fotografi, dan masih terus belajar dalam menulis. Mimpi terbesar adalah ingin menimba pengalaman dari berbagai belahan dunia. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jangan Pilih Jurusan karena Gengsi

25 Februari 2013   04:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:44 3170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak kecil bisa dibilang saya sudah akrab dengan mesin jahit. Mungkin profesi ibu yang melatar belakanginya, ibu saya adalah seorang penjahit dan memiliki usaha kecil di rumah. Bahkan saat kelas 3 SD saya sudah bisa mengoperasikan mesin obras, kerap kali saya membantu ibu mengobras baju-baju orderannya dan dapat upah lho... setiap baju yang saya obras dapat upah Rp. 100. Angka yang wow untuk anak kelas 3 SD. Ini awal ketertarikan saya dengan dunia menjahit.

Ala bisa karena biasa. Menjahit seragam sendiri sudah bisa saya lakukan sejak SMP. Ibu yang mengajari membuat pola. Maka tak heran sejak SMP saya sudah bertekad untuk melanjutkan ke sekolah yang berhubungan dengan tata busana tidak pindah ke lain hati.

Saat lulus SMP sekitar tahun 1988, saya sudah mantap melanjutkan ke sebuah sekolah kejuruan, SMKK (Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga). Sebuah sekolah yang siswanya mayoritas perempuan memang tidak terlalu populer saat itu. Kurang bergengsi mungkin...  Walaupun sempat memutuskan untuk melanjutkan sekolah di SMKK bahkan sudah mendaftar tapi bapak berpendapat lain. Saya disarankan untuk melanjutkan ke SMA karena saya ingin kuliah setelahnya. Agak nggondok juga awalnya karena sudah terlanjur sreg dengan sekolah pilihan saya. Tapi akhirnya saya berpikir bapak ada benarnya juga karena di UMPTN nanti materi yang diujikan adalah materi pelajaran SMA. Ibu juga ikut membesarkan hati saya, beliau bilang ,"kalau untuk menjahit kamu bisa belajar sama ibu di rumah nanti."

Masuk sebuah SMA negeri favorit tak membuat keinginan saya melanjutkan kuliah bidang tata busana jadi berubah. Maklum saja, tidak ada satupun teman-teman saya yang berminat di bidang ini, mungkin kurang keren ya? Rata-rata teman-teman saya yang akan melanjutkan kuliah memilih jurusan-jurusan bergengsi di perguruan tinggi, kedokteran, teknik, ekonomi, hukum, akuntansi dan jurusan bergengsi lainnya. Orientasi mereka tentu bisa bekerja. Tapi saya lain dengan mereka, sejak SMA tidak ada minat sedikitpun untuk kerja di luar rumah seperti impian teman-teman saya. Saya ingin seperti ibu yang bisa bekerja di rumah tanpa meninggalkan saya dan adik saya.

Saat penjurusan saya pilih A3 (Ilmu Sosial) karena memang tidak mungkin memilih A1 atau A2 karena saya lemah di bidang eksak. Lagipula saya akan kuliah di tata busana, jadi memang dua jurusan itu tidak nyambung dengan bidang pilihan saya. Belakangan saya baru tahu, di prodi Tata Busana ternyata juga dipelajari kimia tekstil, dan fisika. Ahaaaa!!... ketemu juga sama eksak.

Lulus SMA, saya ikut UMPTN dengan pilihan tetap di jurusan tata busana. Tidak diterima dipilihan pertama yaitu di IKIP Surabaya akhirnya saya masuk di pilihan kedua di STKIP Singaraja (sebelumnya adalah FKIP Universitas Udayana). Teman satu angkatan saya waktu itu hanya 10 orang termasuk saya, tidak terlalu banyak peminat rupanya hehehe...  Tekad saya sejak awal adalah, kuliah itu bukan mencari gelar tapi cari ilmu. Saya yang merasa tidak cukup puas kuliah di STKIP karena kurang menantang, ilmu menjahit saya tidak berkembang. Akhirnya saya memutuskan pindah kuliah ke IKIP Surabaya di jurusan yang sama sampai lulus tahun 2000 dengan gelar sarjana pendidikan.

Saya memutuskan untuk tidak mengajar, sesuai dengan ijazah yang saya dapatkan karena memang tidak ingin kerja di luar rumah. Selain itu saya memiliki suami yang hidupnya nomaden. Cukuplah saya menggunakan ilmu menjahit saya di rumah dan sesekali membagikannya dengan orang lain. Sebelum pindah ke Pekanbaru, saya sempat buka usaha menjahit, tidak besar tapi cukup membantu ekonomi keluarga karena waktu itu suami belum dapat pekerjaan setelah PHK massal dari perusahaan tempatnya bekerja di Batam. Saya juga pernah mengajar juga walaupun bukan di lembaga pendidikan formal di Batam bahkan di Kairo.

[caption id="attachment_238479" align="aligncenter" width="540" caption="Mengisi kegiatan keputrian Gamajatim di Kairo (dok. pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_238481" align="aligncenter" width="540" caption="Sebagian hasil karya teman-teman mahasiswa al-Azhar Kairo setelah mengikuti kursus singkat menjahit (dok. Pribadi)"]

13617648552093533524
13617648552093533524
[/caption]

Cerita menarik dari teman-teman perempuan saya yang dulu kuliah di ekonomi, hukum, akuntansi dan lain-lain beberapa dari mereka bilang menyesal memilih jurusan-jurusan itu, mereka iri pada saya karena ilmu saya terpakai sekalipun saya hanya dirumah.

Jadi menurut saya, untuk memilih jurusan di perguruan tinggi itu harus mengukur kemampuan dan potensi diri. Gengsi dan ikut-ikutan teman bukan hal yang tepat untuk menentukan jurusan yang akan kita pilih. Kalau mampu kuliah di  fakultas kedokteran karena memang ingin jadi dokter atau kuliah di bidang ekonomi karena ingin menguasai ilmu ekonomi ya jalani saja tentu dengan sepenuh hati.

Sekolah atau kuliah hakikatnya adalah mencari ilmu bukan cari gelar, kesannya koq idealis banget yah? Tapi coba saja pikir, kalau kuliah hanya ingin dapat gelar, gelar memang didapatkan tapi mungkin ilmu tidak nyangkut di otak. Kan lebih baik dapat dua-duanya, ilmu dan juga gelar. Dan yang juga penting memilih jurusan karena memang berminat akan membuat kita merasa nyaman dan tidak tertekan karena kita enjoy.

Selamat memilih ya... :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun