Mohon tunggu...
Nurul AmeliaShafira
Nurul AmeliaShafira Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Padjadjaran

Magister Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Prospek Kuota Tangkap Ikan Tuna Sirip Biru Indonesia Tahun 2021

3 Desember 2020   22:30 Diperbarui: 4 Desember 2020   01:26 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penangkapan Ikan Tuna (Sumber : kompasiana.com)

Ikan tuna merupakan salah satu komoditas yang menjadi primadona ekspor di Indonesia. Menurut data statistik KKP (Kementerian Kelautan dan Perikan) pada tahun 2018 produksi ikan tuna di Indonesia mencapai total 409.024 ton. Hal tersebut membuat Indonesia berkepentingan untuk menjamin kepentingan perikanan tuna nasional dengan memastikan pengelolaan pemanfaatan dan konservasi sumber daya dengan ikut serta sebagai anggota Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT), dimana Indonesia bergabung sejak tahun 2008. 

Selain itu, menurut Ir. Nilanto Perbowo, M. Sc. Kepala Biro Perencanaan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Setiawan, 2010) menyatakan bahwa keikutsertaan Indonesia kedalam CCSBT dilatar belakangi oleh: (1) Adanya kewajiban dalam Pasal 63 dan 64 UNCLOS 1982 yang mengamanatkan adanya kerjasama baik secara langsung maupun melalui organisasi sub-regional dan regional untuk pengelolaan persediaan ikan yang melakukan migrasi jauh, (2) Adanya surat dari CCSBT yang menyatakan bahwa produk SBT Indonesia dilarang untuk diekspor ke negara-negara anggota CCSBT dengan tuduhan bahwa Indonesia dianggap tidak mematuhi konservasi dan pengelolaan oleh CCSBT, (3) Adanya kerugian yang dialami Indonesia dimana tidak bisa lagi mendapatkan devisa negara dari ekspor Ikan Tuna Sirip Biru yang disebabkan oleh pemberlakukan embargo oleh CCSBT per 1 Juli 2005.

Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) merupakan organisasi pengelolaan penangkapan ikan tuna yang berdiri karena adanya pengelolaan sumber kekayaan hayati dengan upaya konservasi dan pemanfaatan yang tepat dan optimal pada spesies yang bermigrasi jauh yaitu Southern Bluefin Tuna. Pembentukan organisasi dilatar belakangi oleh negara Australia, Jepang dan Selandia Baru yang merasakan dampak overfishing. CCBST sendiri bekerja untuk mamastikan konservasi, pemanfaatan dan manajemen pengaturan tuna sirip biru selatan yang berkelanjutan, salah satunya mengatur anggota negara dengan memberikan total allowable catch atau kuota pengangkapan. Jika kegiatan tangakapan melebih kuota pengangkapan yang telah ditetapkan maka hal tersebut merupakan sebuah tindakan overfishing atau penangkapan secara berlebihan yang selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh CBBST.

Sebagai negara dengan komoditas utama ekspor ikan tuna mencapai 14% pada tahun 2011 dengan nilai sebesar Rp 6.868 triliun, Indonesia banyak kedapatan melakukan overfishing pada ikan tuna sirip biru. Berdasarkan data CCSBT tahun 2016, Sejak tahun 2008 sampai 2014, Indonesia sering melebihi kuota yang telah ditentukan yaitu pada tahun 2008, 2011, 2012, 2013, 2014 (CCBST, 2016). Alokasi total allowable catch yang diberikan CCSBT dianggap jauh lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan Indonesia untuk memproduksi tuna sirip biru selatan. Indonesia mengalami kesulitan dalam proses implementasinya dikarenakan mengalami kesulitan dalam upaya mengontrol tangkapan tuna sirip biru selatan secara nasional karena adanya tangkapan yang dilakukan oleh kapal-kapal nelayan kecil dibawah 30 GT. Indonesia tidak dapat mencegah, menyalahkan atau memberikan denda nelayan-nelayan tersebut karena tuna sirip biru tertangkap secara tidak sengaja dan tuna sirip biru bukan merupakan tangkapan utama mereka, namun tangkapan ini menyebabkan Indonesia sulit untuk mencapai angka tangkapan yang sesuai dengan total allowable catch (CCSBT,2013).

Pada tahun 2008, Indonesia pertama kali diberikan kuota penangkapan ikan yaitu sebesar 750 ton saja, namun secara bertahap, jumlah kuota kemudian naik seiring mengingat kuota tangkapannya cukup tinggi, serta karena keberhasilan Indonesia dalam melakukan pengelolaan kuota tangkapan. Periode tangkapan untuk ikan Tuna global segera berakhir pada akhir 2020 ini. Melalui sidang CCSBT tanggal 13 Novemerber kemarin, CCBST telah memperbarui periode tangkapan untuk 2021-2023. Indonesia mendapatkan kuota tangkapa yaitu sebesar 1.123 ton, yang dimana terjadi penambahan kuota dimana sebelumnya pada periode tahun 2018-2020 kuota tangkapan ikan tuna sirip biru Indonesia ditetapkan sebesar 1.023 ton dan kemudian naik menjadi 1.123 ton untuk periode 2021-2023. Faktor utama penambahan kuota diduga karena keberhasilan Indonesia dalam melakukan pengelolaan kuota tangkapan.

Kesulitan Indonesia dalam implementasi aturan CCBST menurut Chayes & Chayes adalah ambiguitas; keterbatasan kapasitas; dan temporal dimension. Faktor ambiguitas yaitu adanya perbedaan antara Indonesia dengan anggota CCSBT lainnya dalam penetapan alokasi penetapan jumlah kuota atau total allowable catch. Harapan Indonesia dalam penambahan alokasi total allowable catch dinilai menyelesaikan kelebihan tangkapan di Indonesia. Sedangkan untuk faktor keterbatasan kapasitas muncul karena Indonesia kesulitan dalam kapasitas hukum dimana mengatur dan mengelola serta tidak dapat menghukum dan memberikan denda kepada kapal-kapal nelayan kecil (artisanal) tersebut karena tuna sirip biru selatan yang tertangkap oleh mereka terjadi secara by catch (tidak sengaja). Terkahir, dalam faktor temporal dimension, menjelaskan dimana Indonesia masih belum dapat mengimplementasikan karena masih berada dalam masa - masa transisi aturan dari CCSBT.

melia-5fc90200d541df4a76536672.jpg
melia-5fc90200d541df4a76536672.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun