Ada kisah sendu sebenarnya dibalik pembelian mobil ini. Hidup manusia itu seperti roda, kadang kita di atas tapi kadang kita juga harus terjatuh ke titik nadir..tanpa kita mendapat aba-aba sebelumnya. Tanpa kita diberi waktu untuk menyiapkan diri menerima cobaan itu.
Tahun 2008 adalah tahun titik nadir dalam hidup saya. Mungkin saya terlambat melihat tanda-tanda perubahan pada suami, atau saya terlalu percaya sehingga tidak mencium ada yang aneh dalam hubungan kami. Itu bermula ketika ia mengikuti pengajian yang di kemudian hari perkumpulan ini membuatnya berubah 180 derajat dari seorang suami dan ayah yang penyayang, penuh perhatian dan tanggung jawab, lalu menjadi seorang yang tak saya kenali lagi.Â
Ya,..suami saya meninggalkan saya dan anak-anak ketika si adek masih berumur 3 tahun dan kakak kelas 5 SD. Beliau pergi begitu saja, meninggalkan luka besar pada hati saya dan anak-anak. Yang parah adalah,..saya selama ini dilarang bekerja, hanya menjadi ibu rumah tangga. Sebagai istri solehah (cieeh...) saya menurut pada keinginan suami. Meski kadang Ibu mengingatkan, alangkah sayang pendidikan tinggi yang saya jalani akhirnya tak terpakai. Dan beliau meninggalkan saya dan anak-anak tanpa mempersiapkan diri saya untuk bisa menadiri.
Saya jatuh? Banget.
Saya terpukul? Hampir gila rasanya.
Saya sedih, saya down, saya tak percaya diri. Saya merasa diri saya buruk, bodoh, mengerikan.Â
Tapi Tuhan itu baiiiik sekali karena menganugerahi keluarga yang sayaaang sekali pada saya (langsung prembik-prembik mo nangis nulis ini). Ibu dengan keputusan briliannya langsung menyekolahkan saya ke Pasca Sarjana, dan langsung menyubsidi tabungan saya untuk membeli mobil. Sebagai hiburan buat saya, untuk membantu saya mengumpulkan kembali harga diri yang terserak.Â
Kuliah lagi membantu saya memulihkan diri, teman-teman baru membuat wawasan saya meluas, dalam segala hal. Pertemanan bertambah, percaya diri saya naik perlahan-lahan. Dan TUhan yang baik menganugerahi saya pekerjaan. Tapi jarak yang jauh membuat saya mau tak mau memang harus punya kendaraan sendiri. Maka Toyota Corona Absolute 2.0 Â yang sebelumnya milik kakak saya beralih pemilik.Â
Karena selama ini dimanjakan dengan fasilitas sopir yang mengantar kemanapun saya ingin pergi, saya tak bisa nyetir. Ibu mencarikan sopir dari kampung yang dikontrak dua bulan untuk menjadi sopir seklaigus mengajari saya nyetir. Dan anaknya baiiik banget. Sabar. Kebetulan tempat kerja berada di perumahan yang jalannya panjang dan lebar-lebar. Setiap pulang kerja mas sopir mengajari saya nyetir.Â
Di bulan ke dua saya sudah membawa kendaraan sendiri dan mas sopir cuma mendanpingi. Karena setiap hari berlatih saya pun akhirnya pede di bulan kedua untuk pegang sendiri. Mas sopir kembali pulang kampung. Anak saya merasa kehilangan karena ia baik ke anak-anak.Â
Toyota Corona dalamnya sangat luas, mesinnya halus dan nyaman. dan sudah dimodifikasi pemilik sebelumnya jadi tampil mewah. Tak pernah rewel. Mas sopir mengajari cara merawat mobil dari urusan isi air radiator sampai ganti ban. Dan suaranya..karena sudah dimodif seksii sekali. Pernah pagi-pagi ketika saya memanaskan mobil sambil coba gasnya,. yang brum...brum.... ala Toreto gitu,.....tetangga saya yang mobilnya mobil sport, langsung keluar, kepo, mencari -cari mobil apa yang baru saja menggerung. Â Mungkin dalam imajinasinya, mobil sport keluaran terbaru haha.... terpaksa saya nyengir begitu lihat ekspresinya saat melihat mobilnya tak segarang tampilan suaranya, hehe. Dia kembali masuk rumah dengan bersungut-sungut.