[caption id="attachment_330508" align="aligncenter" width="700" caption=" www.tribunnews.com"][/caption]
Penyidikan kasus pajak Bank BCA telah sampailah pada babak baru, setelah sekian bulan kasus ini tanpa kejelasan, akhirnya kerja keras KPK mulai menemukan titik cerah. Kasus yang menjerat Hadi Poernomo dan Bank BCA sejatinya memang sebuah kasus lawas. Oleh sebab itu proses penulusuran kembali terhadap bukti-bukti dan saksi-saksi cukup memakan waktu. Alhasil proses penyidikan kasus ini terlihat jalan ditempat.
Beberapa hari lalu, kepada wartawan, Ketua KPK, Abraham Samad,  menyatakan, penanganan dugaan gratifikasi pihak BCA ke mantan Direktur Jenderal Pajak, Hadi Poernomo, terkait dikabulkannya keberatan pajak bank tersebut sudah ditemukan namun  juga masih dipertajam. Meski demikian, Abraham enggan membeberkan lebih lanjut saat ditanyakan tentang gratifikasi apa yang diduga diberikan bank tersebut kepada Hadi Poernomo semasa menjabat Dirjen Pajak.
Dugaan Hadi menerima gratifikasi memang sudah lebih dulu santer terdengar, dikatakan bahwa Hadi Poernomo menerima jatah saham di salah satu perusahaan kongsiannya dengan salah satu petinggi BCA, menurut keterangan dari Johan Budi (jubir KPK). KPK memang tidak banyak berbicara soal ini kepada media. KPK meyakini adanya kick back (imbalan) yang diterima Hadi karena telah meloloskan permohonan keberatan pajak Bank BCA. Pihak BCA diuntungkan dari keputusan penerimaan keberatan pajak yang dibuat oleh Hadi Poernomo saat menjabat sebagai pemimpin Dirjen Pajak. Keuntungan BCA itu ditenggarai merugikan negara lantaran kehilangan pajak penghasilan dari koreksi penghasilan bank tersebut. "Kan yang pasti dia membuat suatu SK, yang melanggar prosedur itu. Kemudian yang diuntungkan pihak lain," ujar Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja.
Kasus pajak BCA ini memang kasus lama, kasus ini terjadi pada tahun 1999 silam. Pada saat itu Hadi Poernomo masih menjabat sebagai Direktur Jendral Pajak, Badan Pemeriksaan Keuangan. Pada kasus itu, direktorat Pajak Penghasilan pernah mengusut dugaan pengemplangan pajak yang diduga dilakukan oleh BCA, Sumihar Petrus Tambunan selaku direktur pajak penghasilan pada 2003 lalu mempelajari dokumen-dokumen yang disertakan BCA sebagai bukti pengajuan keberatan pajak.
Selama setahun Direktorat PPH merampungkan kajian tersebut dan memutuskan untuk menolak seluruh permohonan keberatan pajak dari Bank BCA. BCA diwajibkan untuk melunasi hutang sebesar Rp 5,77 Triliun sampai tanggal 18 Juni 2004. Dokumen risalah tadi selanjutnya diserahkan ke meja Dirjen Pajak yang kala itu dijabat Hadi Poernomo. Sehari sebelum tenggat BCA membayar tagihan pajaknya (17 Juli 2004), Hadi menandatangani nota dinas Dirjen Pajak yang ditujukan kepada bawahannya, Direktur PPh.
Disinilah duduk persoalan sebenarnya, oleh Hadi Poernomo, nota dinas tersebut bertolak belakang dengan hasil risalah yang dibuat direktorat Pajak Penghasilan. Dalam nota dinas itu, Hadi mengintruksikan agar Direktorat PPH menerima seluruh permohonan keberatan pajak yang diajukan bank BCA. Oleh keputusan Hadi Poernomo tersebut, Bank BCa diuntungkan dan negara harus merugi sebesar Rp 375 Miliar.
Sumber referensi:
2. http://www.tribunnews.com/nasional/2014/09/21/kpk-pastikan-kasus-hadi-purnomo-tak-mandek
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H