Mohon tunggu...
ABDURRAHMAN ALPIJOTY
ABDURRAHMAN ALPIJOTY Mohon Tunggu... -

BEASISWA MADRASAH/ BEASISWA BIDIKMIS/ KETUA KOM HIMMAH NW IAIN MATARAM/ SEKRETARIS HMJ KPI/ SEKRETARIS UMUM HIMMAH NW CABANG MATARAM/ WAKIL SEKRETARIS KNPI LOMBOK BARAT/FORKOMNAS KPI WIL JATIM-NTB

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ulasan Kitab Tuhfat Al-Anfananiyyah

17 Juli 2016   18:19 Diperbarui: 15 Juni 2017   11:10 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilmu faraid (pengetahuan tentang harta warisan dan tata cara perhitungan serta pembagian harta waris) memiliki kedudukan yang sangat penting dalam konteks penerapan hukum islam dalam kehidupan sehari-hari. Yang paling pertama dan utama ilmu ini termasuk dalam rangkaian ilmu syari’ah, yakni ilmu-ilmu yang langsung ditetapkan oleh Allah swt. Hal ini sebagaimana telah dikatakan oleh TGH Muhammad Abdul Madjid, ilmu-ilmu itu secara keseluruhan terbagi menjadi dua, yakni ilmu syari’ahdanilmu syara’. 

Perbedaan keduanya terletak pada peletak dasarnya. Yang pertama peletak dasarnya adalah syari’ yakni Allah swt dan khusus menyangkut kisaran syari’ah, sedangkan yang kedua yaitu syara’ bisa saja peletak dasarnya Allah swt atau yang lainnya, akan tetapi keberadaannya diperbolehkan oleh syari’ah[1]. 

Bahkan diantara ilmu-ilmu syari’ah lainnya, ilmu inilah satu-satunya diterangkan secara mendetail ketentuan-ketentuannya didalam al-Qur’an. Disamping itu, ilmu ini juga menjadi penting sehubungan dengan perkembangan kedudukan kewarisan Islam dalam legislasi hukum islam dan sistem ekonomi islam.

Dalam penerapan hukum islam di Negara-negara Muslim (moslem countries) hukum faraid menjadi salah satu dari tiga hukum yang paling banyak diberlakukan, selain hukum perkawinan dan hukum perwakafan. Terlepas dari sejauhmana kebenaran pandangan ini, menurut Joseph Schact, ketiganya merupakan titik sentral hukum syari’ah dibidang pergaulan sosial[2]. Dan di Indonesia telah dikodifikasikan dalam bentuk perundang-undangan yang dianjurkan untuk diberlakukan di peradilan Agama pada seluruh tingkatan, melalui intruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Isl

Belakangan setelah berkembang ilmu ekonomi Islam, terdapat pandangan lain yang menjelaskan kedudukan penting ilmu kewarisan Islam terhadap sistem pembagian kembali kekayaan (redistribution of wealth). Disebutkan “terdapat satu tujuan dibalik skema pewarisan yang ditetapkan Islam. Jika nilai-nilai islam itu diberlakukan dan kewarisan itu secara efektif  akan merata dan akan terus begitu[3].

Sebagaimana telah dikatakan oleh TGH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, bahwa perkara-perkara tentang pembagian harta warisan harta peninggalan hendaknya dilakukan pembagian berdasarkan ketentuan dari kitab Allah swt (al-Qur’an) sunnah Rasulullah saw serta ijma’ bukan berdasarkan kehendak sendiriatau ketentuan adat semata yang berlaku dimasing-masing daerah, akan tetapi kebiasaan tersebut bisa dijadikan pertimbangan dalam menyelesaikan perkara-perkara kewarisan bagi ummat Islam. Hal demikian itu sebagaimana ungkapan beliau daalam sebuah sya’irnya : 

  • والأخذ من كتاب رب الناس ~      والسنة الإجماع لا القياس
  • Dan hendaknya berpedoman pada kitab Allah (al-Qur’an), Al-Sunnah dan ijma’ dengan mengabaikan Qiyas.

Menurut TGH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid belajar ilmu faraid itu termasuk fardhu kifayah, yang harus ada disuatu tempat. Karena tanpa memahami makna dan tujuan dari ilmu faraid ini maka akan terjadi ketidak adilan dalam pembagian harta warisan yang ada di masyarakat Muslam. Oleh karena itu hendaknya ada sebagian diantara orang-orang Islam untuk menguasai ilmu faraid tersebut.

Dari itulah beliau berusaha menyusun sebaik mungkin kitab faraid dengan judul Nahdlah al-Zainiyyah dalam bentu sya’ir sebagaimana matannya sedangkan Tuhfat al-Anfananiyyahsebagai syarahnya dan kitab ilmu faraiddalam bentuk tanya jawab, dengan tujuan agar para santri-santri dikalangan ummat Islam bisa menghafal kitab tersebut dengan mudah, kemudian beliau menyusun juga kitab khusus yang membahas masalah harta warisan dengan kitabnya yang berjudul Tuhfat al-Anfananiyyah

[1]  Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, Al-Tuhfah al-Anfananiyyah syarh Al-Nahdlat al-Zainiyah,(Pancor: Pondok Pesantren Darun Nahdlatain, 1978), cet. Ke 1,13.

[2]  Joseph Schact, an Introduction to Islamic Law (Oxford: Clerendon Press, 1982), 101

[3]  Muhammad Abu Zahrah, sebagaimana dikutip M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Pembangunan(Jakarta:Gema Insani Press, cet. 1, 2000), 280.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun