Berbicara mengenai adat istiadat sejatinya berpadanan dengan kebiasaan unik yang terjadi di dalamnya. Dikatakan demikian sebab budaya merupakan simbol dari keberadaan diri setiap orang di tengah alam semesta ini.
Budaya sejatinya tidak cukup disandingkan sebagai suatu kebiasaan atau pola hidup manusia melainkan lebih daripada itu yakni sesuatu yang hakiki dan sakral. Sebab, apa yang menjadi landasan di dalamnya adalah sesuatu yang melampaui logika dunia (manusia).
Maka dari itu, kesakralan dari sebuah istiadat akan selalu terjaga melalui ptaktek-praktek atau ritus-ritus yang sudah dirayakan sejak masa awal terbentuk.
Layaknya kebudayaan Manggarai, Flores, Indonesia. Merupakan sebuah khazanah terbesar sejak nenek moyang dahulu. Hingga kini masih tertata rapih lewat ritual yang rutin.
Walaupun patut kita sadari, bahwa setiap masa pasti ada keunikannya tersendiri. Rutinitas adat masa nenek moyang dahulu tentu sedikit berbeda dengan rutinitas adat Manggarai sekarang. Akan tetapi esensi atau pokoknya tetap sama.
Misalnya mengenai syarat-syarat ketika hendak melakukan ritual adat. Ada macam-macam syarat yang dipenuhi secara mutlak. Tujuannya agar sakralitas budaya tetap terjaga.
Bagi sesama insan Manggarai tulen seperti saya, macam-macam syarat budaya itu telah dikenal dengan baik sejak dulu.
Akan tetapi, satu hal yang mendorong saya untuk membagi tulisan ini yaitu, bahwa ada beberapa syarat tertentu yang kini mulai tidak diperhatikan lagi.
Kenyataan ini saya temukan dari hasil galian saya dengan seorang tua adat di kampung. Beliau begitu resah, ketika menjulurkan syarat-syarat tertentu yang mulai tidak diindahkan lagi. Hal ini disebabkan karena adanya kelalaian terutama dari pihak pemangku adat sendiri.
Sebab sudah menjadi kenyataan umum di Manggarai bahwa yang layak untuk memimpin perayaaan adat adalah para orang tua yang dianggap lebih tua dan beruban. Namun, ternyata kualitas ilmu budayanya terkadang berkurang. Sehingga bukan tidak mungkin, apa yang menjadi syarat penting terkadang tidak diperhatikan.