Assalamu'alaikum, Reader
Beberapa tahun yang lalu, seorang sastrawan dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan membuat sebuah cerita pendek yang sangat menarik menurut Aku. Tentang seorang bernama Ali yang bersama keluarganya nekad melarungi lautan luas meninggalkan tanah kelahirannya, untuk bisa hidup lebih aman dan layak.
Ali adalah warga etnis Rohingya yang tinggal di sebuah daerah miskin yang di sebut Rakhine. Mengalami dan menjadi saksi agrsifitas penguasa, membuat Ali dan sebagian warga memelih mencari tempat di bumi ini yang bisa mereka tempati tanpa was was dan bisa membesarkan anak-anak mereka secara layak.
Yah, Readers
Ali adalah tokoh rekaan sang penulis dalam cerpennya, aku lupa judulnya. Kondisi yang dia ceritakan tidak secara implisit menggambarkan kondisi sebenarnya terjadi terhadap etnis yang menjadi minoritas ini.
Aku mendapat kesempatan mencari tahu apa dan bagaimana ethis Rohingya ini sebenarnya. Apa saja yang mereka alami sampai mencuri perhatian dunia. Dan katanya, banyak kepentingan didalamnya.
Aku tidak peduli dengan semua kepentingan itu, aku cuma lihat mereka pun berhak hidup selayaknya hidup.
Berdasarkan data yang aku dapat dari salah satu lembaga yang berpusat di Malaysia, Geutanyoe, pada bulan Juni 2021 kemaren ada 94 orang pengungsi Rohingya, terdiri dari 49 wanita, 15 laki-laki dan 30 orang berusia anak.
Eh iya, Readers.Â
Aku mencoba mencari tahu dengan mendatangi 4 tempat di kota Medan yang menjadi tempat tinggal sementara para pengungsi. Kenapa aku bilang sementara? Karena Indonesia memang bukan negara tujuan mereka. Sebagian besar para pengungsi berharap bisa tinggal di Australia. Sebenarnya dari 4 tempat yang aku datangi, ada dua yang menjadi penampungan sementara para pengungsi Rohingya. Sementara dua tempat lagi ga cuma menampung pengungsi Rohingya, tapi juga dari beberapa negara lainnya.Â