Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Tragedi dari "Bus Baru" Jabar

12 Maret 2021   11:06 Diperbarui: 12 Maret 2021   11:14 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.COM/AAM AMINULLAH)

Entah sudah berapa puluh jiwa melayang didasar jurang atau sungai di povinsi Jawa Barat dalam tahun lalu dan diawali lagi pada 10 Februari lalu. Justru di provinsi itu, karena kontur jalan pegunungan lereng gunung-gunung Salak, Gede,Tangkubanperahu, Tunggul, Papandayan, Malabar, Ciremai dan lain-lain, yang berwujud tanjakan dan turunan dengan jalan-jalan meski beraspal tetapi tidak cukup lebar menampung arus kendaraan jaman sekarang. Tanjakan yang landau saja antara Bogor sampai dengan Puncak dan kemudian Rajamandala dengan Cimahi, sudah barangkali hingga puluhan kendaraaan ,-- terutama bus,-- terjungkal ke jurang dan menewaskan banyak penumpangnya.

     Yang baru terjadi, 10 Maret lalu, bus  'Sri Padma' bercat putih mulus gara-gara tak mamu menuruni jalan itu dan rem blong,terjun ke jurang sedalam lebih 20 meter di jalan tanjakan landai Cae Wado kabupaten Subang, sebelah timur-laut kota Bandung. Bebannya mungkin terlalu berat. Bus berpenumpang 66 orang. Terbanyak para murid SMP Islam (pondok pesantren) IT Muawalah Cisalalo, Subang. Mereka diwisata ziarah yang sebagai program sekolahnya, 29 orang tewas seketika dan luka-luka berat/ringan 36 orang. Karena besarnya jumlah kroban itu, pihak para perwira Kepolisian Kabupaten dan Kecamatan setempat perlu mendatangi dan menyaksikan bekas-bekas ban roda bus itu ketika meluncur. Besarnya korban menarik perhatian beberapa stasiun televisi di luar negeri antara lain CNA Singapura untuk menyiarkannya. Mungkin terlebih heran, dalam pandemi covid-19 di Indonesia yang pemerintahnya getol melawan virus itu, kok ada acara berwisata macam itu buat anak-anak sekolah!

     Kalaulah dikatakan siapa yang salah dan semestinya mendapatkan peringatan ataupun hukuman, maka akan muncul serentetan "orang-orang yang bersalah" baik di yayasan/pimpinan sekolah itu yang tetap memprogramkan acara demikian meskipun wabah covid-19 menjadikan provinsi Jabar ditandai "merah", ataukah kalangan isntansi Pemerintah daerah yang semestinya tahu atau bersiap diri akan terjadinya bencana kecelakaan itu, namun diabaikannya?

     Saya tertarik ucapan Agus Pambagio, Pengamat Kebijakan Publik (Jakarta, 11/3),   

 katanya selalu terjadi kecelakaan seperti itu, karena tidak ada pernah diselesaikan secara tuntas. Bus Pariwisata sering tidak terawat dan orang-orang mencari sewanya yang murah. Bus yang jatuh itu baru? Yang penting "jerohannya"!

    Lain lagi Kepala Dinas Perhubungan Darat Prov. Jabar, Heri Antasari. Dia janjikan "akan" pasang rambu bus tidak boleh lewat situ. Katanya, sebenarnya bus memang tidak boleh lewat jalur tersebut karena sempit dan tanjakannya.

     Barangkali dapat diraba, apa sebagian dari makna ucapan Agus Pambagio itu. Sangat banyak Bus Pariwisata milik perusahaan kelompok atau perorangan yang masih "baru" dan kinclong-kinclong dengan nama ataupun berikut gambar menarik. Padahal terbanyak bukan bus baru yang didatangkan atau keluar dari pabrik memang "splinter new", akan tetapi memang keluar dari pabrik bengkel kendaraan bermotor yang 'mendandani' bus lama yang dijual oleh sesuatu perusahaan otobis tersebab sudah aus, atau perusahaan merugi dan maca-macam. Muncullah menjadi "bus baru" sesudah dipoles. Perkara mesinnya sudah loyo, bisa tertutup oleh kemewahan body dan interiornya. Siapa yang tahu. Tentu pemiliknya, bengkelnya dan sudah pasti juru-kir kendaraan Dinas Perhubungan Darat. Pihak itulah seharusnya melakukan screening  secara jujur dan profesional. Catatan atau kalau perlu larangan terhadap bus yang  'baru' itu, kalaulah 'jerohannya' bus bekas yang sudah loyo.

     Lalu "akan' pasang rambu-rambu di jalan lokasi kecelakaan itu. Kasihan, harus tunggu diberi korban jiwa sekian banyak generasi kita itu, baru memikir beri rambu-rambu larangan bus lewat. Kalaulah sering turun-lapangan alias blusukan melihat-lihat kondisi jalanan dibawah wewenangnya, mungkin tanda larangan itu sudah terpasang sebelumnya!

     Sedangkan pimpinan yayasan atau kepala sekolah yang memberangkatkan berwisata ziarah itu, tentu tak mau tahu bahaya covid-19. Apalagi mau tahu tentang potokol Kesehatan. Didorong maunya mereka, program itu berjalan terus dan kalau sudah begitu, apa tanggung jawabnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun