Begitulah bisa diistilahkan gerakan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) di pegunungan Papua, Intan Jaya, bisa berhasil 'menyakitkan' tubuh NKRI. Bagaikan duri besar dan tajam yang menusuk tubuh kita.Â
Meski aparat Kepolisian serta TNI-AD ditambahkan jumlahnya, namun hasilnya tidak pernah diketahui rakyat Indonesia. Yang menjadi berita, justru pada minggu kedua Januari tahun ini, sebuah pesawat kecil tipe Twin Otter yang berada di lapangan terbang Distrik Biondoga, Kabupaten Intan Jaya, dapat dibakar oleh kelompok KKB Papua itu.
Berbagai pernyataan tekad menumpas KKB Papua oleh aparat keamanan kita di Papua dan juga masing-masing Markas Besar mereka di Jakarta, nyatanya tidak terbukti. Sudah beberapa anggota Kepolsiian maupun TNI-AD gugur oleh peluru senapan mereka, sedangkan berita hasil pertahanan maupun operasi memburu mereka dari tindakan pasukan POLRI/TNI tidak pernah ditonjolkan ke publik.Â
Mungkin ada alasan bersifat politis, terutama menghadapi kelompok separatis dari luar negeri (terutama dari kelompok di Australia) dan herannya, adasuara dari kalangan yang katanya peduli HAM, yang menganggap operasi keamanan pasukan kita dianggap melanggar hak-hak asasi masyarakat Papua.
Kalau memang itu menjadi alasan rakyat Indonesia tidak bisa mengetahui hasil dan prestasi operasi pasukan-pasukan keamanan kita di Papua itu, maka secara politis "perang gerilya" KKB itu berhasil. Anggota TNI/POLRI yang luka-luka dan gugur akibat operasi gerilya KKB Papua itu menjadi korban yang tidak dihargai. Jangan sampai kontrak menjadi perajurit itu lalu lazim dianggap sebagai "kontrak untuk mati"! Â Â
Lalu bagaimana kalau ada opini yang mengatasnamakan KOMNAS HAM kita? Mudah saja. Minta  mereka yang beropini ataupun kelompoknya untuk meninjau lokasi (kalau daerah "panas" itu di Intan Jaya dan perbatasan Indonesia-Papua Nugini) untuk ditunjukkan, apakah korban-korban sipil dan aparat keamanan asal warga NKRI itu semula melanggar HAM atau tidak?Â
Apakah tindak kekerasan KKB dan masyarakat yang terikut dalam tindakan kejahatan itu melanggar HAM atau tidak? Sebab, belum pernah ada pernyataan Komnas HAM tentang perbuatan kejahatan demikian sampaipun tindak terorisme sebagai pelanggaran HAM.Â
Sesekali perlu  "keberanian" untuk berbuat seperti itu, yakni mengajak mereka atas biaya negara, menyaksikan sendiri "kondisi merah" di lapangan di Papua atau lokasi mana saja yang "panas" dinegara kita.
Beberapa kali saya bertugas sebagai wartawan maupun pengajar Karya Latihan Wartawan PWI Pusat ke semua Kabupaten di Papua sejak tahun 1971 hingga 2008.Â