Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Duri Itu Belum Tercabut

8 Januari 2021   13:47 Diperbarui: 8 Januari 2021   13:57 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesawat di Intan Jaya dibakar KKB. (Foto: Dok. Istimewa) (detik.com)

Begitulah bisa diistilahkan gerakan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) di pegunungan Papua, Intan Jaya, bisa berhasil 'menyakitkan' tubuh NKRI. Bagaikan duri besar dan tajam yang menusuk tubuh kita. 

Meski aparat Kepolisian serta TNI-AD ditambahkan jumlahnya, namun hasilnya tidak pernah diketahui rakyat Indonesia. Yang menjadi berita, justru pada minggu kedua Januari tahun ini, sebuah pesawat kecil tipe Twin Otter yang berada di lapangan terbang Distrik Biondoga, Kabupaten Intan Jaya, dapat dibakar oleh kelompok KKB Papua itu.

Berbagai pernyataan tekad menumpas KKB Papua oleh aparat keamanan kita di Papua dan juga masing-masing Markas Besar mereka di Jakarta, nyatanya tidak terbukti. Sudah beberapa anggota Kepolsiian maupun TNI-AD gugur oleh peluru senapan mereka, sedangkan berita hasil pertahanan maupun operasi memburu mereka dari tindakan pasukan POLRI/TNI tidak pernah ditonjolkan ke publik. 

Mungkin ada alasan bersifat politis, terutama menghadapi kelompok separatis dari luar negeri (terutama dari kelompok di Australia) dan herannya, adasuara dari kalangan yang katanya peduli HAM, yang menganggap operasi keamanan pasukan kita dianggap melanggar hak-hak asasi masyarakat Papua.

Kalau memang itu menjadi alasan rakyat Indonesia tidak bisa mengetahui hasil dan prestasi operasi pasukan-pasukan keamanan kita di Papua itu, maka secara politis "perang gerilya" KKB itu berhasil. Anggota TNI/POLRI yang luka-luka dan gugur akibat operasi gerilya KKB Papua itu menjadi korban yang tidak dihargai. Jangan sampai kontrak menjadi perajurit itu lalu lazim dianggap sebagai "kontrak untuk mati"!    

Lalu bagaimana kalau ada opini yang mengatasnamakan KOMNAS HAM kita? Mudah saja. Minta  mereka yang beropini ataupun kelompoknya untuk meninjau lokasi (kalau daerah "panas" itu di Intan Jaya dan perbatasan Indonesia-Papua Nugini) untuk ditunjukkan, apakah korban-korban sipil dan aparat keamanan asal warga NKRI itu semula melanggar HAM atau tidak? 

Apakah tindak kekerasan KKB dan masyarakat yang terikut dalam tindakan kejahatan itu melanggar HAM atau tidak? Sebab, belum pernah ada pernyataan Komnas HAM tentang perbuatan kejahatan demikian sampaipun tindak terorisme sebagai pelanggaran HAM. 

Sesekali perlu  "keberanian" untuk berbuat seperti itu, yakni mengajak mereka atas biaya negara, menyaksikan sendiri "kondisi merah" di lapangan di Papua atau lokasi mana saja yang "panas" dinegara kita.

Beberapa kali saya bertugas sebagai wartawan maupun pengajar Karya Latihan Wartawan PWI Pusat ke semua Kabupaten di Papua sejak tahun 1971 hingga 2008. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun