Mohon tunggu...
Ama Kewaman
Ama Kewaman Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Lepas

Lahir di Lembata, NTT, pulau terpencil bagai kepingan surga di bumi pada awal oktober 1994. Sekarang mengembara dalam jejak-jeak rantau.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Warisan Intelektual dan Semangat dari Orangtua

30 Juni 2021   12:56 Diperbarui: 30 Juni 2021   13:34 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: pixabay.com)

Warisan Intelektual dan Semangat

Oleh: Ama Kewaman*

 "Kais pagi makan pagi, kais sore makan malam." Inilah kata-kata yang pernah diucapkan ayah beberapa tahun yang lalu sebelum aku berangkat ke Pulau Jawa untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Aku seperti dihakim di pengadilan malam, sementara ibu memandang sejurus padaku, seolah dalam diamnya aku membaca keinginannya menjerat kakiku untuk tetap bertahan di rumah kami. Rumah tempat ibu mewarisi kesetiaan dan intelektual sedangkan bapak adalah pemberi semangat. Barangkali inilah warisan satu-satunya yang kami dapatkan dari mereka.

Berkali-kali aku berusaha untuk menggapai tunas pesona jiwa yang diberikan ibu dalam lautan kasih nan abadi, namun aku terjerumus oleh kesulitan ketika ibu berkisah tentang masa-masa sulit dan berusaha memalingkan wajahnya dalam upaya menahan tangis. Ibu yang aku tahu adalah wanita yang tegar penuh misteri. Misteri yang penuh nyanyian yang menggetarkan jiwa bak puisi-puisi para pujangga yang menyimpan sejuta makna dengan keindahan bahasa menukik langit menggapai fajar dan berziarah melintas khatulistiwa.

Warisan intelektual dari ibu dan semangat dari ayah inilah yang aku bawa sampai saat ini. Prestasi adalah bagian dari warisan intelektual yang ibu berikan. Aku hanya mengandalkan ini sebagai potensi diri secara utuh dan menyeluruh yang menyatukan struktur atau cara berpikirku diwarnai oleh emosi-emosi yang positif dan mungkin inilah yang membedakan aku dari teman-temanku yang lain.

Prestasi dan nutrisi adalah dua hal yang saling berkaitan, bahkan takan bisa dipisahkan. Dalam ilmu kesehatan, dikatakan bahwa orang yang punya asupan gizi yang baik sudah tentu pintar, dan sebaliknya orang tidak akan pintar tanpa nutrisi. Aku sendiri tidak percaya dengan hal itu, karena sejatinya kemampuan intelektual adalah apa yang telah dibekali oleh alam melalui pewaris (ayah dan ibu) dan menurunkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu. Soal nutrisi mungkin untuk urutan yang kesekian.

Karena hidup jauh dari orang tua, asupan gizi selalu kurang. Terus terang, aku tidak bisa memasak. Aku hanya sekedar ingin mencari seorang wanita seperti ibu, yang selalu memperhatikanku, yang selalu menyiapkan makanan buatku, selalu menyiapkan makanan buatku dan memiliki sifat keibuan sepenuhnya. Seutuhnya. Yah, hanya itu keinginanku. 

Meski nutrisi selalu kurang, tetapi prestasi harus nomor satu. Waktu makan adalah waktunya mengisi kepala dengan nutrisi-nitris pengetahuan, sedangkan waktu lapar adalah saat-saat dimana tubuh membutuhkan waktu lebih banyak untuk beristirahat untuk mengembalikan memori-memori kolektif tentang pengetahuan. Cara menghilangkan rasa lapar ala anak kos adalah tidur sebelum jam makan. Mungkin karena hal inilah aku menjadi lebih kurus.

Ada begitu banyak hal yang membuat pikiranku berkelana ke mana-mana. Sejatinya aku adalah orang yang pendiam dan tidak suka berteman, tapi bukan anti sosial. Mungkin lebih tepatnya akulah perindu. Iya, lebih tepatnya begitu. Aku selalu membutuhkan ibu dan juga ayah. Saudara-saudariku semuanya juga aku rindu, tapi kami adalah sesama perindu. Jika jarak lebih awet memisahkan kami dengan jembatan rindu, maka biarkan aku berkelana mengarungi samudra nan luas untuk menebus rinduku. 

"Alam, tancapkan busur panah rindu pada belahan dadaku dan panah cinta pada belahan dada yang lain, agar jarak yang lebih menyerupai sajak kebosanan ini beranjak dari punggungku, menemui sepasang mata yang berlinang air mata rindu." Kataku diujung sebuah puisi yang kutulis dengan hembusan angin perindu. 

Begitulah caraku merawat warisan intelektual dari ibu dan semangat dari ayah. Jika tubuhku semakin kurus, maka yang sedang mendapatkan asupan nutrisi pengetahuan adalah otaku, dan jika otaku sudah penuh dengan asupan pengetahuan, maka tubuhku akan secara perlahan-lahan tumbuh untuk menyeimbangkan isi kepalaku.***

(Jakarta, gudang ilmu 21/ 07/ 2018 23: 11)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun